BANJIR yang melanda Demak dan Semarang adalah tanda bobroknya tata kelola kota Semarang, Demak, dan wilayah Jawa Tengah lainnya.
Saat ini banjir yang melanda Semarang dan Demak bukan lagi menjadi banjir tahunan, melainkan banjir langganan yang datang hampir setiap hari, minggu, dan bulan ketika hujan deras maupun rob melanda daerah tersebut.
Bobroknya tata kelola kota Semarang dan Kabupaten Demak dalam melakukan revitalisasi daerah aliran sungai (DAS), pompanasi dan bendungan di tengah perubahan iklim dan eksploitasi alam ugal-ugalan saat ini, membuat masyarakat terpaksa menanggung dampaknya dan terancam tidak bisa mengikuti lebaran tahun ini.
Baca Juga:Analisa Pengamat Transportasi: Kecelakaan Tol Japek KM58 Belum Tentu Penerapan ContraflowKoalisi Masyarakat Sipil Adukan Presiden Jokowi ke Ombudsman Terkait Dugaan Maladministrasi Pilpres 2024
Melansir postingan Instagram Demakhariini, masyarakat Sayung Kidul Gg makam RT 02 RW 03, tak bisa membuat lontong untuk lebaran tahun ini serta meminta perhatian pemerintah pusat untuk turun langsung menangani banjir di daerahnya.
Pemudik merugi hingga benjir Demak terparah 30 tahun terkahir
Pemudik yang melewati Semarang dan alami kematian mesin akibat banjir yang terjadi di Kaligawe Semarang, hingga tenggelamnya belasan kecamatan di Demak adalah rekor banjir terparah yang pernah di alami Demak sepanjang 30 tahun terkahir.
Narasi yang mengatakan bahwa Demak dahulunya merupakan lautan sehingga menormalisasi kebanjiran yang terjadi adalah kekeliruan yang tak memiliki dasar.
Menurut, dosen Teknik Geologi UGM, banjir Demak tidak ada kaitannya dengan Selat Muria beberapa abad lalu, banjir yang terjadi karena perubahan iklim, eksploitasi alam, dan skema mitigasi yang dinilai berkurang oleh pemerintah.
Dosa Pemerintah dan Pertanggungjawaban kepada rakyat
Maka jelas bahwa Pemerintah Daerah, Kota, Kabupaten dan Desa berhak disalahkan dalam memberikan perijinan bagi ekploitasi alam yang kemudian menyebab kebanjiran di Semarang maupun Demak.
Menurut laporan WALHI Jateng tahun 2023, penambangan batu gamping di hilir kawasan karst Sukolilo baik memiliki izin maupun ilegal jelas berdampak terhadap kerusakan lingkungan saat ini. hal ini selaras dengan penyampaian presiden Jokowi bahwa penebangan hutan secara liar di hulu berdampak pada bencana banjir kali ini.
Pembangunan perumahan yang melakukan penebangan pohon seperti Trangkil Gunung Pati juga memiliki dampak signifikan bagi kerusakan lingkungan yang kelak akan menjadi bencana.