Dikutip dari antaranews.com, Kepala Bidang Urusan Agama Islam (Urais) Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY Jauhar Mustofa menjelaskan bahwa Jamaah Masjid Aolia pada dasarnya mengikuti amalan atau tata cara beribadah seperti umumnya umat Muslim.
Namun demikian, dalam menentukan awal bulan Ramadan dan hari 1 Syawal, mereka memiliki keyakinan atau prinsip tersendiri, tanpa mengikuti metode hisab atau rukyat. “Mereka punya dalil sendiri yang itu diyakini oleh pemimpinnya, Pak Ibnu dan pengikutnya,” kata dia.
Jauhar mengatakan, Kemenag DIY tidak dapat memaksa mereka mengikuti aturan yang selama ini telah ditentukan pemerintah. “Meskipun tahun ini agak mencolok karena bedanya sampai lima hari. Ini sangat-sangat mencolok. Kalau biasanya kan hanya (selisih) satu dua hari, tapi tahun ini memang agak mencolok sehingga memang menjadi perhatian,” kata dia.
Baca Juga:Koalisi Masyarakat Sipil Adukan Presiden Jokowi ke Ombudsman Terkait Dugaan Maladministrasi Pilpres 2024Penyembelihan Sapi Merah Doktrin Yahudi Robohkan Al Aqsa Jatuh 10 April 2024, Berbarengan dengan Lebaran?
Menurutnya, Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta (Kemenag DIY) akan terus menjalin komunikasi dan hubungan baik dengan para pemimpin jemaah tersebut melalui Kantor Urusan Agama (KUA) serta Kementerian Agama di tingkat kabupaten.
Saat ini, jumlah jamaah masjid Aolia sekitar 1.500-an berasal dari berbagai kalangan. Sebagian besar jamaah berasal dari daerah Panggang itu sendiri, tetapi ada juga yang berasal dari Jakarta, Purwokerto, Bandung, dan beberapa daerah lainnya.
Mereka berprofesi mulai dari petani, PNS, buruh, anggota legislatif, maupun pengangguran, dengan berbagai latar belakang pendidikan. Karena tersebar di berbagai tempat, ada pembagian imam pada daerah masing-masing. Imam daerah sebagai upaya agar tidak selalu bergantung kepada Mbah Benu. (*)