“Saya rasa produk impor ilegal tidak mungkin masuk melalui pelabuhan resmi yang memiliki prosedur pemeriksaan yang ketat. Meskipun kemungkinan itu ada, tetapi jalan tikus yang digunakan melalui kapal-kapal kecil memiliki jumlah yang jauh lebih besar,” jelas Tauhid.
Menurut Tauhid, pelabuhan-pelabuhan tidak resmi banyak ditemukan di sepanjang jalur Sumatera. Oleh karena itu, selain menerapkan regulasi pembatasan barang bawaan penumpang dari luar negeri, pemerintah juga harus memperketat pengawasan terhadap pelabuhan-pelabuhan kecil yang berpotensi menjadi pintu masuk bagi impor ilegal.
“Di sepanjang jalur Sumatera, terdapat banyak pelabuhan tidak resmi, dan ini merupakan tantangan besar bagi pemerintah, khususnya Bea Cukai, untuk melakukan pengawasan,” tambahnya.
Rugikan Importir Legal
Baca Juga:Yayasan Konsumen Muslim Indonesia Rilis Sejumlah Nama Perusahaan dengan Produk Terbukti Terafiliasi Israel, Begini Tanggapan Wasekjen MUIPernyataan Lengkap Princess of Wales, Kate Middleton: Bagi Siapa pun yang Menghadapi Penyakit ini, Mohon Jangan Putus Asa
Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri. Ia menilai Permendag 36/2023 belum efektif dalam memberantas importir ilegal, bahkan justru berdampak pada pembatasan importir resmi.
“Yang menjadi sorotan adalah impor ilegal, tetapi mengapa impor yang legal juga terkena dampaknya, ini yang kami anggap kontroversial,” ujarnya.
Firman menjelaskan Permendag 36/2023 mengatur berbagai hal, termasuk industri bahan baku yang sangat penting bagi UMKM. Namun, regulasi ini memberatkan proses perizinan bagi industri kecil yang telah lama memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Selain itu, infrastruktur layanan perizinan saat ini masih kurang memadai untuk memastikan proses perizinan berjalan lancar.
“Masih ada kendala teknis yang belum terselesaikan, termasuk infrastruktur. Banyak anggota kami mengalami kesulitan saat mendaftar secara online karena data tiba-tiba hilang atau terjadi error dan harus diulang kembali. Mengapa regulasi ini dipaksakan?” tegas Firman.
Selain sulitnya proses perizinan, beberapa ketentuan terkait alokasi kuota impor bagi perusahaan juga dinilai belum jelas.
“Kami tidak tahu bagaimana rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya kuota impor yang akan diberikan kepada kami. Kami mengajukan agar ruang diskusi dibuka kembali untuk melakukan revisi. Kami berharap diskusi ini dapat melibatkan kontribusi dari para pelaku usaha dan asosiasi untuk menyempurnakan regulasi ini,” kata Firman.