SEJUMLAH anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat mencecar Direktur Utama (Dirut) PT Timah (Persero) Tbk. Ahmad Dani Virsal soal kasus dugaan korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 271 triliun. Hal itu terjadi dalam rapat kerja Komisi DPR yang membidangi industri perdagangan dengan PT Timah hari ini.
Wakil Ketua Komisi VI, Herman Haeron, mempertanyakan pemaparan yang disampaikan PT Timah yang dinilai tidak secara aktual menggambarkan fakta yang ada. Menurut dia, Ahmad sebagai Dirut PT Timah tidak bisa mengurus perusahaan dengan baik.
“Kerugian lingkungan di atas Rp 271 triliun itu angka yang fantastis,” kata Herman saat rapat kerja berlangsung, Selasa, 2 April 2024.
Baca Juga:Yayasan Konsumen Muslim Indonesia Rilis Sejumlah Nama Perusahaan dengan Produk Terbukti Terafiliasi Israel, Begini Tanggapan Wasekjen MUIPernyataan Lengkap Princess of Wales, Kate Middleton: Bagi Siapa pun yang Menghadapi Penyakit ini, Mohon Jangan Putus Asa
Politikus dari Partai Demokrat itu menceritakan bahwa dirinya pernah berkunjung ke PT Timah sendirian dan bertanya ke masyarakat sekitar pertambangan. Menurut masyarakat saat itu, kata Herman, kepengurusan pertambangan oleh perusahaan berkode saham TINS itu dijalankan dengan cara tidak benar.
“Pantas kalau kemudian banyak pemain-pemain ilegal masuk ke situ dan kemudian memanfaatkan celah-celah di luar konteks kemampuan manajemen,” ujarnya.
Selain Herman, anggota Komisi VI lainnya, Amin AK, juga menilai presentasi PT Timah hanya sebatas formalitas. Penjelasan manajemen PT Timah juga dinilai tidak memberikan informasi sedikit pun soal kasus tata niaga timah yang sedang ramai dibahas.
Amin lalu menyoroti kerugian PT Timah yang dalam 3 tahun terakhir mengalami penurunan. “Jadi kami butuh gambaran posisi BUMN ini di mana. Penambang liar di mana-mana, jangan sampai BUMN di bawah ketiak penambang liar,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ahmad Dani Virsal menyebut kerugian yang dialami perusahaannya mencapai Rp 450 miliar. Menurut dia, kerugian itu disebabkan oleh penurunan harga timah di pasar global.
Ahmad menyampaikan bahwa produksi PT Timah juga mengalami penurunan. Selain itu, beban operasional perusahaan yang masih tetap tinggi.
“Bebannya tetap, peak cost-nya tetap, tapi pendapatan kami jauh menurun karena produksinya juga jauh menurun. Ditambah parah lagi harga jual timah juga menurun sehingga pendapatan itu jomplang jauh sekali,” kata Ahmad. (*)