Selama abad ke 18 dan abad ke 19, simbolisme ritual rampokan macan melemah dan upacara secara bertahap menjadi acara atau festival. Atribut royalti Jawa, itu digunakan oleh kaum bangsawan, priyayi untuk menunjukkan kekayaan dan kekuasaan kaum pangeran bangsawan. Rampokan macan juga dipandang sebagai perjuangan politik simbolis antara VOC dan Pemerintah Jawa. Pemerintah kolonial Hindia Belanda melarang rampokan macan pada tahun 1905.
Selain itu disebabkan juga perusakan lingkungan akibat manusia memperluas pemukiman maupun berladang sehingga habitat harimau jawa makin menyempit ditambah dengan berkurang rantai makanan di habitatnya karena manusia melakukan perburuan terhadap sumber makanan harimau Jawa (kijang, babi hutan), harimau Jawa sebagai pemuncak di dalam piramida rantai makanan sulit untuk mencari makanan buruannya.
Pernyataan apakah harimau Jawa benar-benar masih ada di alam liar perlu dikonfirmasi melalui studi genetik dan lapangan lebih lanjut, dan membentuk team khusus yang berasal dari BRIN, Perguruan Tinggi, BKSDA dan Kementerian terkait (Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pendidikan Ristek) sehingga hasil penelitian akan lebih akurat, valid dan integratif.
Baca Juga:24 Jam: Penjualan Mobil Listrik Xiaomi SU7 Tembus 88.898 UnitPanglima TNI: Ada 65 Ton Amunisi Kadaluwarsa di Gudmurah Sebenarnya Hendak Dimusnahkan
Hasil penelitian dapat dijadikan penelirian lebih lanjut serta mengambil langkah-langkah untuk pelestariaanya. Diharapkan hasil penelitian baru ini bisa menjadi awal kabar baik bagi dunia hewan, khususnya dunia subspesies harimau Jawa. (*)
Penulis: Pimpinan Redaksi delik, Aris Armunanto