Dugaan korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk disebut Kejagung terjadi selama 2015-2022. Kejagung sudah memeriksa sedikitnya 140 saksi dan menetapkan 16 tersangka atas kasus yang terjadi di Kepulauan Bangka Belitung ini.
Kasus ini juga menjerat tiga mantan petinggi PT Timah Tbk. Mereka adalah MRPT selaku Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Emil Ermindra (EE) alias EML Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017-2018, serta Alwin Akbar (ALW) Direktur Operasi Produksi PT Timah Tbk 2017-2012. Adapun 13 tersangka lain merupakan pihak dari perusahaan dan pengusaha swasta, termasuk satu orang tersangka dugaan menghalangi penyidikan.
Kejagung menjelaskan, para tersangka diduga bersekongkol menyelewengkan bijih timah di wilayah IUP PT Timah Tbk. Untuk menutupi kejahatan ini, mereka membuat kerja sama penyewaan alat peleburan bijih timah. CV VIP dan empat perusahaan lain ditunjuk PT Timah Tbk sebagai rekanan. Salah satu tersangka, Tamron Tamsil, merupakan pemilik CV VIP yang juga dijuluki ‘Raja Timah Bangka’.
Baca Juga:Begini Penjelasan Bawaslu Perihal Laporan Dugaan Pelanggaran Netralitas Jokowi Bagikan Bansos dengan Spanduk Bergambar Prabowo-Gibran di MKDiminta Jadi Saksi Sidang Sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Sri Mulyani Bilang Ini
Lima perusahaan ini tidak sekadar menampung biji timah PT Timah Tbk, mereka juga main mata dengan para penambang ilegal. Perusahaan rekanan lalu membentuk perusahaan boneka berjumlah tujuh CV. Skenario pembentukan perusahaan cangkang ini dipakai untuk menampung timah ilegal dari area konsesi PT Timah Tbk.
Para perusahaan rekanan PT Timah Tbk seakan menyetor timah dari tambang resmi. Faktanya, mereka menggunakan tujuh perusahaan boneka untuk menambang di area konsesi PT Timah Tbk. Biji timah itu disetor perusahaan cangkang ke CV VIP dan empat perusahaan rekanan lain.
Tidak hanya itu, perusahaan rekanan alias pemilik kontrak kerja sama dengan PT Timah Tbk, juga merekayasa surat perintah kerja borongan pengangkutan sisa hasil mineral dari PT Timah Tbk. Hal ini dilakukan agar bijih timah yang mereka tampung dari perusahaan boneka tampak legal. (*)