POLRI menyebutkan bahwa mahasiswa yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Jerman dipekerjakan sebagai buruh kasar. Pekerjaan itu tidak sesuai dengan jurusan studi kuliah yang mereka tempuh.
“Mereka [dijadikan] sebagai tukang angkat-angkat, bahasanya di Indonesia sebagai kuli. Sementara yang kita hubungkan dari proses penyidikan yang kita dapatkan, mereka itu adalah mahasiswa [teknik] elektro tapi di sana dipekerjakan sebagai tukang angkat, tukang panggul gitu,” ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Raharjo Puro, Rabu (27/3/2024).
“Terjadi eksploitasi, makanya kita bisa kenakan tindak pidana perdagangan orang,” kata Djuhandani.
Baca Juga:Momen Ganjar-Mahfud Bersatu Selamatkan Masa Depan Demokrasi Indonesia di Mahkamah KonstitusiSidang Sengketa Perselisihan Hasil Pemilu, Mahfud MD: Mahkamah Konstitusi Bisa Buat Landmark Decision
Menurutnya, TPPO seperti ini merupakan modus baru yang pernah ditemukan. Pelaksanaannya pun banyak dengan pemalsuan, salah satunya kamuflase program studi.
Meskipun program frein job legal di Jerman, ungkapnya, ia memastikan bahwa hal ini tidak sesuai dengan program magang yang dilaksanakan di Indonesia.
Sebelumnya diberitakan, Polri menyatakan seluruh korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) mahasiswa magang di Jerman sudah kembali ke Indonesia. Berdasarkan catatan Polri, jumlah korban mencapai 1.047 dari 33 kampus berbeda.
“Saat ini seluruh korban telah berada di Indonesia karena kontrak program magang telah habis pada Desember 2023 kemarin,” ungkap Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, Jumat (22/3/2024).
Dijelaskan Trunoyudo, penyidik terus berkoordinasi dengan Kemendikbud untuk menuntaskan kasus ini. Selain itu, Polri juga masih akan memeriksa lima tersangka yang telah ditetapkan.
“Tentunya juga akan memeriksa pihak-pihak dari universitas,” ucap Trunoyudo.
Dalam kasus ini, kata Trunoyudo, penyidik telah menetapkan lima tersangka, yakni ER alias EW, A alias AE, SS, AJ, dan MJ. Dua dari lima tersangka diketahui masih di Jerman. (*)