Kerajaan Bhutan yang indah di Himalaya mengadakan pemilihan umum dengan tantangan ekonomi yang serius yang mempertanyakan kebijakan lama mereka yang memprioritaskan “Kebahagiaan Nasional Bruto” dibandingkan pertumbuhan.
Kedua partai yang bersaing dalam pemungutan suara hari Selasa berkomitmen pada filosofi pemerintahan yang diabadikan secara konstitusional yang mengukur keberhasilannya berdasarkan “kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat”.
Beberapa pemilih diperkirakan akan melakukan perjalanan selama berhari-hari untuk memberikan suara mereka di negara yang terkurung daratan dan berpenduduk jarang, yang luasnya hampir sama dengan Swiss.
Baca Juga:Tim Hukum Anies-Imin Tuding Jokowi Sengaja Biarkan Menteri di Kabinet Indonesia Maju Terlibat Pemilu 2024Fakta-fakta Kematian Sobikhul Alim Usai Diperiksa Polisi Jadi Saksi Dugaan Perampokan yang Tewaskan Istri Pengusaha Gresik
Yang paling utama dalam pikiran banyak orang adalah perjuangan yang dihadapi generasi muda kerajaan, dengan pengangguran kronis dan migrasi ke luar negeri yang menguras tenaga. Tingkat pengangguran kaum muda di Bhutan mencapai 29 persen, menurut Bank Dunia, sementara pertumbuhan ekonomi melambat rata-rata 1,7 persen selama lima tahun terakhir.
Kampanye yang tenang
Bhutan menyelenggarakan pemilu untuk pertama kalinya pada tahun 2008 setelah reformasi politik membentuk parlemen bikameral segera setelah dimulainya pemerintahan raja saat ini, yang masih sangat populer.
Kampanye di negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha ini selalu dilakukan dengan suasana yang tenang, dengan aturan ketat yang mewajibkan materi pemilu hanya boleh ditempel di papan pengumuman publik. (*)
Penulis: Pimpinan Redaksi delik, Aris Armunanto