Pemilihan Dewan Nasional pada bulan April 2018 menghasilkan rekor jumlah pemilih; beberapa pengamat menganggap tingginya jumlah pemilih disebabkan oleh reformasi yang dirancang untuk mendorong pemungutan suara dan mempermudah warga dalam memberikan suara, seperti sistem pemungutan suara melalui pos yang
baru. Pemilihan Majelis Nasional dilaksanakan dalam dua putaran pada bulan September dan Oktober 2018. Dua partai yang memperoleh dukungan terbanyak pada putaran pertama maju ke putaran kedua. DNT, yang diluncurkan pada tahun 2013, memenangkan 30 kursi. Partai Perdamaian dan Kemakmuran Bhutan (DPT) menang 17 kali. Partai Rakyat Demokratik yang berkuasa saat itu tidak melaju ke putaran kedua. Pemilihan umum diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Bhutan (ECB). ECB dianggap bertindak tidak memihak, meskipun beberapa peraturannya mengenai partai mana yang dapat bersaing dalam pemilu masih kontroversial.
Pluralisme dan Partisipasi Politi
Warga negara harus mendapat persetujuan pemerintah untuk membentuk partai politik. Mendapatkan persetujuan terkadang sulit dan pemerintah diketahui sering menolaknya di masa lalu.
Pihak oposisi memiliki peluang yang realistis untuk memenangkan pemilu, dan kini terjadi pergantian kendali pemerintahan secara rutin. Pada tahun 2018, DNT memenangkan kendali Parlemen untuk pertama kalinya, dan partai oposisi lainnya, DPT, menempati posisi kedua, meskipun tidak memenangkan kursi pada tahun 2013.
Baca Juga:Tim Hukum Anies-Imin Tuding Jokowi Sengaja Biarkan Menteri di Kabinet Indonesia Maju Terlibat Pemilu 2024Fakta-fakta Kematian Sobikhul Alim Usai Diperiksa Polisi Jadi Saksi Dugaan Perampokan yang Tewaskan Istri Pengusaha Gresik
India masih mempunyai pengaruh terhadap pilihan pemilih dan politisi Bhutan. Pemerintah Tiongkok tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Thimphu namun telah mendekati para pemimpin Bhutan dalam beberapa tahun terakhir dan berupaya untuk menguasai wilayah Bhutan. Pasukan Tiongkok telah membangun
desa, pos militer, dan infrastruktur di Bhutan sejak tahun 2015 dan terus melakukannya pada tahun 2021.
Keluarga kerajaan tetap mempertahankan pengaruhnya, meski telah mengalami kemunduran signifikan dalam beberapa tahun terakhir, dan tidak ikut campur dalam pembuatan kebijakan. Baik raja maupun politisi tidak berupaya memanfaatkan pandemi COVID-19 untuk mengkonsolidasikan kekuatan politik.
Peraturan pemilu menetapkan bahwa partai politik tidak boleh dibatasi pada anggota kelompok regional, etnis, atau agama mana pun. Peraturan kewarganegaraan sangat ketat, dan banyak orang berbahasa Nepal belum mendapatkan
kewarganegaraan, sehingga secara efektif mencabut hak mereka. Pemantau pemilu internasional mencatat bahwa penutur bahasa Nepal tidak diperbolehkan memberikan suara.