Syekh Abdul Muhyi, Penyebar Awal Tarekat Syattariyah

Syekh Abdul Muhyi, Penyebar Awal Tarekat Syattariyah
Gambar dari KH Ali M Abdillah
0 Komentar

Kampung Bojong–kini dikenal dengan nama Kampung Bengkok–menjadi wilayah pertama yang dikunjungi dalam menyebarkan agama Islam dan Tarekat Syattariyah setelah penemuan gua.

Sekitar kurang lebih 2 kilometer di sebelah barat dari Kampung Bojong, ia melanjutkan penyebaran ajarannya dan berhasil mendirikan sebuah masjid. Ia kemudian menggunakan kembali nama Safarwadi untuk wilayah tersebut.

Di samping itu, Syekh Abdul Muhyi juga menjalin hubungan yang sangat dekat dengan Bupati Sukapura (Tasikmalaya), Wiradadaha III. Dari hubungan tersebut, maka ruang geraknya menjadi leluasa dalam menyebarkan Islam. Bahkan, anjuran-anjurannya menjadi fatwa yang sangat dipatuhi.

Baca Juga:Rekapitulasi Pilpres 2024 Tingkat Nasional, Prabowo-Gibran Unggul di 34 ProvinsiSpaceX Kontrak Rahasia dengan Agensi Intelijen AS: Pembangunan Jaringan Ratusan Satelit Mata-Mata Senilai Rp28,1 Triliun

Selain itu, ulama-ulama besar semasanya, seperti Syekh Maulana Mansyur dari Banten dan Syekh Ja’far Shadiq dari Garut, kerap kali berkunjung ke Pamijahan sekadar untuk berdialog mengenai masalah-masalah agama.

Tahun berganti, kemasyhurannya kian melebar ke wilayah-wilayah di Pulau Jawa lainnya, seperti Cirebon, Demak, Ciamis, Bandung, Banten, hingga Mataram-Surakarta.

Bahkan sekali waktu, ia pernah menerima seorang utusan Kesultanan Mataram yang membawa surat permintaan kepadanya untuk bersedia mendidik anak-anak dari Sultan Pakubuwana II, dengan imbalan menjadikan Pamijahan sebagai tanah perdikan. Namun, permintaan itu tidak pernah dipenuhinya hingga ia meninggal pada tahun 1151 H/1730 M.

Dalam perkembangan tasawuf di Indonesia, Syekh Abdul Muhyi dikenal sebagai penyebar Tarekat Syattariyah di wilayah Jawa Barat, khususnya di Pamijahan, Tasikmalaya, melalui pengajaran Martabat Alam Tujuh.

M. Wildan Yahya (2007) mencatat, ajaran tersebut merupakan suatu konsepsi yang berhubungan dengan tajalli dalam penciptaan alam semesta dan manusia.

Selanjutnya, ia tercatat mengembangkan metode zikir al-jarh (mengeraskan zikir) dan al-sirr (memelankan zikir), yang masing-masing berasal dari Tarekat Qadiriyyah dan Naqsyabandiyyah.

Meski demikian, sangat sulit menemukan ajaran-ajarannya dalam sumber tertulis yang ditulis langsung oleh Syekh Abdul Muhyi. Sekalipun terdapat naskah tentang “Martabat Alam Tujuh”, namun itu ditulis oleh penulis lain yang disandarkan kepada dirinya.

Baca Juga:Jasa Marga Sebut Keberadaan Tol Layang Japek-Jalan Layang MBZ Pangkas Waktu 60 PersenBibit Siklon 91S Diklaim Semakin Dekat di Kawasan Jabodetabek, Waspada Banjir Besar Tahun 2002 Terulang

Seturut Tommy Christomy dalam “Shattariyyah Tradition in West Java: the Case of Pamijahan” (Studia Islamika, Vol. 8, No, 2, 2001), bahkan naskah tertua di Pamijahan terkait dirinya hanya menyebutkan silsilahnya saja.

0 Komentar