Menurut Khaerussalam dalam Sejarah Perjuangan Syekh Haji Abdul Muhyi Waliyullah Pamijahan (1997), beberapa hari setelah pernikahannya, ia membawa istrinya dari Gresik menuju Jawa Barat dalam rangka memenuhi titah dari gurunya.
Daerah pertama yang didatangi adalah Darma Kuningan. Kedatangannya disambut baik oleh masyarakat setempat, yang meminta kepadanya untuk mendidik mereka. Ia mengabulkan permintaan itu dan menetap selama tujuh tahun (1678-1685).
Setelah itu, perjalanan dilanjutkan menuju daerah Pameungpeuk, Garut, dan menetap selama kurang lebih satu tahun (1685-1686). Selama di Pameungpeuk, Syekh Abdul Muhyi menyebarkan ajarannya dengan penuh kehati-hatian. Hal ini dilakukan untuk menghindari konflik dengan masyarakat Pameungpeuk yang belum memeluk agama Islam.
Baca Juga:Rekapitulasi Pilpres 2024 Tingkat Nasional, Prabowo-Gibran Unggul di 34 ProvinsiSpaceX Kontrak Rahasia dengan Agensi Intelijen AS: Pembangunan Jaringan Ratusan Satelit Mata-Mata Senilai Rp28,1 Triliun
Wilayah berikutnya yang ia didatangi adalah Batuwangi, Garut. Selain berhasil mengajak masyarakat untuk menerima Islam, ia mendapat penentangan dari masyarakat sekitar yang menolak ajaran yang dibawanya.
Setahun berikutnya, ia melanjutkan perjalanannya ke Lebaksiuh, Tasikmalaya, dan menetap selama kurang lebih empat tahun. Di wilayah ini, bersama para pengikutnya berhasil mendirikan sebuah masjid.
Ia tekun menyiapkan kader-kader untuk melanjutkan perjuangan dakwahnya. Di samping itu, ia sering menenangkan diri di lembah Gunung Kampung Cilumbu, sekitar 6 kilometer dari Lebaksiuh, yang kemudian ia namakan sebagai Gunung Mujarod.
Dari kebiasaannya itu, ia akhirnya menemukan gua yang diisyaratkan oleh gurunya. Gua tersebut kemudian diberikan nama Safarwadi, berasal dari bahasa Arab yang berarti “jalan yang berada di antara lembah”.
Mengutip kembali M. Wildan Yahya (2007), penemuan gua terjadi pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun 1111 H/1690 M. Saat itu, diperkirakan usia Syekh Abdul Muhyi genap 40 tahun.
Sepeninggalnya, Gua Safarwadi kerap kali dikunjungi oleh pendatang dari berbagai pelosok Pulau Jawa secara berduyun-duyun laksana ikan akan bertelur (mijah dalam bahasa Sunda). Sehingga gua ini kemudian dikenal dengan nama Pamijahan (tempat ikan bertelur), yang kini termasuk dalam wilayah Kecamatan Bantarkalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Setelah gua ditemukan, Syekh Abdul Muhyi beserta keluarganya bermukim di dalamnya. Selain itu, gua tersebut dijadikannya sebagai tempat untuk mendidik para santri. Meski demikian, upaya menyebarkan agama Islam ke wilayah lain tetap dilakukan.