“Ini beberapa dugaan fraud yang dilakukan disebabkan tidak telitinya dari eks Komite Kredit dari LPEI dalam menganalisis laporan-laporan keuangan yang disampaikan PT PE,” katanya.
Dia juga mengatakan ada dugaan pelanggaran oleh direksi dan komite pembiayaan dalam pemberian KMKE yang kedua sejumlah Rp 400 miliar. Antara lain, katanya, diduga terdapat pengabaian terhadap jaminan aset tetap PT PE berupa tiga unit ruangan kantor yang belum diikat sempurna karena belum ada sertifikat dan berisiko kegagalan pengikatan jaminan.
Kemudian, komite pembiayaan diduga menyetujui penambahan jaminan berupa fix asset yang belum ada dan belum dilakukan penilaian. “Namun nilai likuiditas tersebut sangat rendah hanya 74% dan dinilai tidak men-cover nilai pembiayaan,” kata Alexander.
Baca Juga:Istana Bantah Isu Presiden Jokowi Janjikan Kursi 2 Menteri PKBRisma: Anggaran Perlindungan Sosial Capai Rp497 Triliun, Tanggung Jawab 2024 Sebagai Menteri Sosial Rp78 Triliun
Dia mengatakan komite pembiayaan diduga mengabaikan transaksi dari PT PE terhadap PT KPM periode 2015 sampai 2016. Hal tersebut diduga terjadi karena jajaran direksi LPEI sudah mengetahui bahwa masuknya PT PE ditujukan untuk menopang outstanding PT KPM. Komite pembiayaan LPEI, lanjut Alex, masih menganggap bisnis PT PE berjalan normal.
“Padahal kenyataannya penjualan PT KPM ke PLN kurang 10 ribu KL per bulan. Jadi volume bisnis PTPE sendiri ternyata tidak seusai prediksi awal, yang dalam proposalnya itu lebih kurang dari 70 ribu ternyata hanya 10 ribu,” ujar Alex.
“Tujuannya apa? Supaya dari laporan keuangan itu pihak pemberi fasilitas kredit LPEI bisa monitor kemampuan dari perusahaan itu secara up to date sehingga bisa menilai risiko gagal bayar dari fasilitas yang diberikan,” kata Alexander.
Dia mengatakan hal itu merupakan sejumlah dugaan pelanggaran hukum yang terjadi. Menurutnya, ada dugaan penyalahgunaan kewenangan dari pihak terkait dalam pemberian kredit.
“Itu barangkali beberapa kejadian bisa dikatakan unsur perbuatan melanggar hukum yang kami menduga dikaitkan dengan adanya unsur penyalahgunaan kewenangan dari pihak-pihak yang terlibat dalam perkara ini,” ujarnya.
Pada tanggal 29 Juni 2020, kata Alex, PT PE dinyatakan pailit. Sementara, tagihan LPEI terhadap PT PE masih senilai Rp 844 miliar.
“Jadi saat pailit itu masih ada tunggakan tagihan PT LPEI kepada PTPE senilai Rp 840-an miliar,” ujar Alex.