AMBISI Malaysia ingin memiliki dua Ibu Kota Negara (IKN) sekaligus dianggap revolusioner. IKN Kuala Lumpur sebagai pusat ekonomi. Sedang IKN yang baru, Putrajaya sebagai pusat administrasi. Rencana itu disetujui anggota DPR Malaysia.
Pucuk dicinta ulam tiba. Putrajaya mulai ditempati pada 1999. Namun, tak semua pejabat mau pindah ke Putrajaya. Anggota DPR yang paling mendukung rencana pendirian Putrajaya justu enggan pindah. Mereka tetap berkantor di Kuala Lumpur.
Mahathir Mohamad pernah ngebet ingin memindahkan IKN Malaysia pada 1986. Perdana Menteri Malaysia itu menganggap Kuala Lumpur tak lagi laik mengemban status sebagai IKN. Ragam masalah yang menahun di Kuala Lumpur jadi muaranya.
Baca Juga:Skema Arus Lalin Lebaran 2024, Polda Jateng Terapkan Sistem One Way, Ganjil-Genap, Pembatasan Angkutan Barang di Jalur Tol-Non TolKejagung Respons KPK yang Minta Hentikan Proses Kasus Dugaan Korupsi di LPEI
Banjir, padat penduduk, kemacetan, hingga polusi udara adalah beberapa di antaranya. Kondisi itu diperparah dengan tiada lagi tempat membangun gedung-gedung pemerintah dan fasilitas lainnya. Alih-alih mendapatkan dukungan penuh, rencana Mahathir banjir kritik.
Perihal pemindahan IKN dianggap tak efesien dan buang-buang uang. Mahathir tak lantas menyerah. Kritikan ditampungnya. Ia tak lagi ngebet mengganti IKN, melain Mahathir hanya ingin memindahkan pusat pemerintahan (administrasi) ke tempat yang baru.
Usulan Mahathir mulai dipertimbangkan anggota DPR Malaysia. Empunya kuasa pun mulai melirik lokasi baru. Opsi pun bermunculan. Wilayah yang diyakini dapat jadi lokasi mulai dari North West Rawang, Janda Baik/Bukit Tinggi, North Port, Dickson, Sepang Coast, Kanaboi, dan Prang Besar.
Prang Besar pun terpilih. Mahathir kemudian mengubah nama Prang Besar jadi Putrajaya. Sebuah nama yang diambil dari bahasa Melayu, Putra berarti pangeran yang mulia, serta Jaya membawakan narasi kejayaan.
Pembangunannya mendapatkan lampu hijau dari Parlemen Malaysia pada 1993. Mahathir pun membayangkan pembangunan Putrajaya dapat berjalan lancar sedari 1995. Namun, gonjang-ganjing krisis ekonomi sempat mengganggu pembangunan pada 1997.
Mahathir tak mau proyek mercusuarnya lantas berhenti. Diam-diam proyek itu terus berlanjut. Hasilnya pun kelihatan. Mahathir lalu dengan bangga memperkenalkan Putrajaya sebagai pusat administratif IKN baru pada 1999.
“Meskipun Kuala Lumpur akan tetap menjadi pusat keuangan dan komersial, Putrajaya akan menjadi pusat pemerintahan dan fokus simbolis bagi negara. Keduanya terhubung dengan jalur angkutan cepat ringan. Putrajaya dimaksudkan sebagai kota mandiri yang mempekerjakan pegawai pemerintah federal dan mereka dalam posisi industri jasa untuk melayani mereka (juru masak, transportasi, pekerja, pembersih, tukang kebun, teknisi, dll).”