PENGAMAT tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna meminta agar masukan-masukan yang ada dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta tidak melenceng dari kekhususan yang sudah ada di Jakarta meski nantinya tidak menyandang status sebagai ibu kota negara.
Termasuk, usulan dari PKS yang ingin para wali kota di Jakarta dipilih langsung oleh rakyat dan dibentuknya DPRD tingkat II atau DPRD Kabupaten/Kota di Jakarta setelah tidak menyandang status sebagai ibu kota negara.
“Untuk Jakarta yang dibagi lagi kepada wilayah otonom itu sangat riskan. Karena Jakarta itu lingkup wilayahnya terbatas dan kalau dipecah lagi, lebih ribet lagi mempersatukannya, mensinergikan pembangunannya,” ujarnya, Minggu (17/3).
Baca Juga:Minum Teh dan Kopi Selama Ramadan Diperbolehkan, Begini Anjuran Ahli GiziSurvei BKT Kemenhub Prediksi 28,4 Juta Warga Jabodetabek Mudik Lebaran: Pilih Jam 7 Pagi
Dia menjelaskan, Jakarta secara struktur ruang sudah menyatu dalam suatu pola yang memang pengelolaannya berbeda dengan daerah lain. Sehingga jika ada wilayah otonom baru, maka ada persoalan baru juga yang muncul. Sebagai contohnya adalah nasib dari Kepulauan Seribu, terutama terkait dengan pendapatan dan pembiayaannya.
Selain itu, pola pengembangan ruang di Jakarta sudah terbagi berdasarkan zona-zona yang sudah berkembang sendiri-sendiri yang harus terintegrasi, struktur jaringan jalannya pun sudah menyatu. Sehingga apabila dibentuk wilayah otonom baru itu bakal mempersulit, karena gubernurnya sendiri pastinya tidak wilayah.
“Kekhususan Jakarta itu adalah dia kota dengan status provinsi. Jakarta itu kan kota yang dipimpin oleh gubernur. Kalau di tempat lain kota dipimpin oleh wali kota ini kota dipimpin oleh gubernur jadi kota yang dipimpin oleh gubernur itu itulah kekhususannya dengan status provinsi,” tegas Yayat.
Dia mengatakan, jika menyampaikan ide-ide yang mengemukakan pentingnya daerah otonom baru di Jakarta sebaiknya jangan sekadar menyampaikan ide semata. Namun juga harus disampaikan gagasan ini lebih banyak manfaatnya atau mudaratnya atau apakah dalam konteks ini sekadar menambah daerah pemilihan (Dapil).
Kemudian juga seharusnya berpikir menggunakan logika-logika sehat untuk bisa untuk bisa menyatukan guna mempercepat kesejahteraan. “Kalau tidak banyak membantu ya nggak perlu disampaikan kalau sudah cukup bagus apa yang kurang itu yang diperbaiki kalau nanti menjadi wilayah otonom baru yang senang partai politik,” tambah Yayat. (*)