KEPALA Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati membantah narasi dalam video viral di platform TikTok yang menyebutkan bahwa Jakarta akan mengalami kelumpuhan akibat gempa megathrust.
Menurutnya, video tersebut dipenggal oleh orang yang tidak bertanggung jawab sehingga dapat dimaknai berbeda dan dapat membuat masyarakat menjadi resah.
“Itu adalah rekaman saat rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR-RI pada hari Kamis tanggal 14 Maret 2024 di Senayan Jakarta. Saya tengah memberi penjelasan kepada anggota Dewan mengenai alasan perlunya pembangunan Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami (Indonesia Tsunami Early Warning System – InaTEWS) di Bali,” ujar Dwikorita melalui keterangan tertulis, Sabtu, 16 Maret 2024.
Baca Juga:Tottenham Hotspur Buang Peluang ke-4 Besar Klasemen Liga Inggris, Takluk 0-3 dari FulhamKalahkan Newcastle United 2-0, Manchester City Otewe Semifinal Piala FA
Dwikorita mengatakan lumpuh yang dimaksud adalah terputusnya jaringan komunikasi yang disebabkan rusaknya berbagai infrastruktur komunikasi, seperti Base Transceiver Station (BTS) akibat gempa megathrust.
Hal inilah, kata Dwikorita, yang coba diantisipasi BMKG dengan membangun Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami (Indonesia Tsunami Early Warning System – InaTEWS) sebagai fungsi back up/cadangan di Bali, meskipun di Jakarta sudah ada.
Keberadaan gedung InaTEWS di Bali ini sebagai bagian dari mitigasi dan manajemen risiko dalam kondisi darurat apabila sewaktu-waktu operasional InaTEWS di Kemayoran Jakarta mengalami kelumpuhan. Hal ini didasarkan pada skenario terburuk, yaitu jika gempa terjadi di lepas pantai Samudra Hindia pada jarak sekitar 250 kilometer dari tepi pantai.
Dalam skenario terburuk tersebut, lanjut Dwikorita, gempa megathrust berkekuatan M8.7 diperkirakan mampu melumpuhkan operasional InaTEWS BMKG di Jakarta karena terputusnya (lumpuhnya) jaringan komunikasi ataupun robohnya gedung operasional lama yang tidak disiapkan tahan gempa dan likuifaksi.
“Maka sebagai upaya manajemen risiko demi keberlanjutan operasional sistem peringatan dini, gedung operasional InaTEWS yang lama perlu dibangun kembali dengan standar bangunan tahan gempa dan tahan likuifaksi. Bangunan yang saat ini ditempati merupakan bekas gedung Bandara Kemayoran yang dibangun di tahun 1980-an,” ujarnya.
“Sementara gedung operasional cadangan yang ada di Denpasar perlu disiapkan dengan desain khusus tahan gempa. Gedung di Bali sebagai backup jika sewaktu-waktu InaTEWS yang di Jakarta benar-benar mengalami kelumpuhan,” kata dia menambahkan.