Harrison prihatin karena meski teknologi penangkapan ikan meningkat, tetapi kerusakan ekosistem di Laut Cina Selatan tetap tinggi. Laut Cina Selatan sangat bergantung pada terumbu karang, bahkan ada beberapa spesies terumbu karang di sana, dan ada marine life yang bergantung pada terumbu karang. Dia mengingatkan jika masalah lingkungan ini tidak segera diatasi, maka lingkungan laut di Laut Cina Selatan akan tertinggal dibanding lingkungan laut yang lain, yang bahkan pada akhirnya bisa lumpuh.
“Perubahan iklim juga tentang perlindungan pada terumbu karang sehingga segala aktivitas yang merusak harus dihentikan.Keberadaan terumbu karang di Laut Cina Selatan adalah salah satu yang terkaya di dunia. Jadi secara logika, kerusakan terumbu karang di Laut Cina Selatan mungkin yang paling parah,” ujarnya.
Harrison menunjuk pihak yang harus bertanggung jawab atas kerusakan ekosistem laut di Laut Cina Selatan adalah negara-negara yang terlibat dalam sengketa, di antaranya Beijing dan Hanoi.
Baca Juga:Mantan Pejabat Dirjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo Tetap Dihukum 14 Tahun, Rekam Jejak Sidang KasusnyaRekonsiliasi Partai Politik Jalan Terbaik Bangun Bangsa
“Mereka tidak tahu harga yang harus dibayar dengan rusaknya ekosistem di Laut Cina Selatan. Kalau kita bisa melakukan riset soal betapa sehatnya ekosistem di Laut Cina Selatan dulu dan seberapa buruk kerusakan yang ditimbulkan saat ini, diharapkan riset itu bisa menggedor kepedulian mereka (negara bersengketa),” kata Harrison.
Riset Asia Maritime Transparency Initiative CSIS yang dilakukan selama satu tahun menemukan ada 4 ribu terumbu karang di Laut Cina Selatan yang dirusak oleh Cina sebagai dampak pembangunan pulau-pulau buatan dan fasilitas militer di Laut Cina Selatan.
Sedangkan Andreas Aditya Salim, Penasehat Senior bidang Keamanan Laut dari Indonesia Ocean Justice Initiative, mengatakan ada tiga lembaga yang mengurusi Laut Cina Selatan, sayang fungsinya hanya sebagai advisory, bukan untuk mengatasi bagimana mengatasi stok ikan yang semakin berkurang. Dia pun prihatin karena CoC Laut Cina Selatan sudah bertahun-tahun dinegosiasikan, namun belum ada kesimpulannya. “Ini kewajiban kita pada dunia, bukan pada individu,” kata Andreas. (*)