KEMENTERIAN Agama (Kemenag) mengeluarkan imbauan terkait penggunaan speaker dalam masjid selama Ramadan. PBNU hingga Muhammadiyah menyambut positif aturan ini.
Kemenag telah merilis surat edaran (SE) yang mengatur pelaksanaan ibadah di bulan Ramadan 1445 Hijriah/2024 Masehi. SE ini turut memuat aturan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala.
Aturan terkait penggunaan pengeras suara selama Ramadan tersebut termuat dalam SE Menag Nomor 1 Tahun 2024 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi.
Baca Juga:Pilihan Resep Menu Sahur: Nasi Goreng Pattaya Udang hinggga Tahu Cabai GaramMasjid Istiqlal Gelar Iktikaf 10 Hari Terakhir Ramadan, Ada 2 Cara Pelaksanaan Bagi Masyarakat
Dalam SE Menag Nomor 1 Tahun 2024 disebutkan bahwa imbauan untuk tetap mempedomani SE Menag tentang penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Sebagaimana yang tertuang dalam SE Menag Nomor 5 Tahun 2022.
“Umat Islam dianjurkan untuk mengisi dan meningkatkan syiar pada bulan Ramadan dengan tetap mempedomani Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala,” tulis Menag dalam surat edaran itu.
Dikutip dari SE Menag Nomor 5 Tahun 2022, berikut ini ketentuan tata cara penggunaan pengeras suara di masjid dan musala selama bulan Ramadan salah satunya soal tarawih dan tadarus, berikut bunyinya:
Penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan Pengeras Suara Dalam.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai penggunaan pengeras suara itu bisa disesuaikan dengan kondisi di sekitar masjid. Sebab, ini untuk menjaga toleransi di lingkungan yang majemuk.
“Saya kira ini bisa menyesuaikan dengan kondisi dan kearifan lokal, masyarakat yang hidup dalam lingkungan majemuk perlu menjaga toleransi dan kerukunan,” kata Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur kepada wartawan, Senin (11/3 malam.
Menurutnya, penerapan imbauan itu tidak bisa begitu saja diterapkan di setiap masjid. Dia kemudian mencontohkan dengan situasi di lingkungan pesantren dan pedesaan dengan mayoritas penduduk Islam.
Baca Juga:Komisi Investigasi Kecelakaan Transportasi Selandia Baru Sita Kotak Hitam LATAM AirlinesKemhan Rusia: Pesawat Kargo Militer Ilyushin Il-76 Jatuh, Kebakaran Mesin Saat Lepas Landas
“Namun berbeda dengan masyarakat pesantren atau pedesaan yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tentu lebih longgar sesuai standar kearifan lokal masyarakat,” katanya.
Bagaimana dengan pandangan Muhammadiyah?
Lebih lanjut, Gus Fahrur menekankan tentang toleransi. Menurutnya penggunaan speaker saat tadarus dan tarawih harusnya disesuaikan dengan kepatutan masyarakat setempat.