Baru-baru ini, para ilmuwan menemukan fosil burung raksasa di Antartika yang dijuluki “Burung Teror”. Fosil ini menunjukkan bahwa burung ini mungkin setinggi 2 meter dan merupakan predator puncak di benua beku tersebut sekitar 50 juta tahun lalu.
Seperti dilansir dari IFL Science Rabu (13/3), penemuan ini sangat penting karena memberikan wawasan baru tentang evolusi burung dan ekosistem Antartika di masa lampau.
Anda bisa dimaafkan jika membayangkan penguin kecil yang lucu saat mendengar “burung yang tidak bisa terbang” dan “Antartika”. Tapi penelitian baru membawa kita kembali ke 50 juta tahun lalu, di mana makhluk yang jauh lebih menakutkan hidup di benua yang saat itu lebih hangat: burung teror.
Baca Juga:Jangan Cemas Laporan Polisi Tidak Diproses, Begini Cara MengatasinyaMalapetaka Raksasa Manufaktur Boeing: Apa yang Sesungguhnya Terjadi?
Dr. Carolina Acosta Hospitaleche dan timnya sedang menggali Formasi La Meseta – endapan sedimen dari zaman Eosen di Pulau Seymour, Antartika – ketika mereka menemukan sesuatu yang tidak biasa.
Temuan mereka adalah fosil kaki burung raksasa yang tidak bisa terbang, yang dijuluki “burung teror Antartika”. Burung ini jauh lebih besar dari penguin, dengan tinggi sekitar 2 meter dan berat mencapai 150 kilogram. Cakarnya yang kuat dan paruh besarnya menunjukkan bahwa burung ini adalah predator puncak di ekosistemnya.
Penemuan ini menunjukkan bahwa Antartika memiliki iklim yang jauh lebih hangat di masa lalu, cukup untuk mendukung burung besar yang tidak bisa terbang. Hal ini juga menunjukkan bahwa evolusi burung teror lebih kompleks daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Penelitian ini masih berlangsung, dan para ilmuwan berharap dapat menemukan lebih banyak fosil untuk mempelajari lebih lanjut tentang burung teror Antartika.
Penemuan Burung Teror menunjukkan bahwa Antartika pernah memiliki ekosistem yang lebih beragam dan dinamis daripada yang kita bayangkan sebelumnya.
Burung ini merupakan contoh luar biasa dari evolusi burung dan menunjukkan bagaimana mereka beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan. (*)