Hadits tersebut menerangkan sifat kehati-hatian dan kasih sayang Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam kepada umatnya. Beliau khawatir bahwa tindakannya melakukan qiyam Ramadan akan memberi dugaan kepada umatnya bahwa qiyam Ramdan telah diwajibkan.
Mengenai jumlah rakaatnya, Al-Iraqi dalam kitabnya Tharh at-Tatsrib mengatakan tidak dijelaskan bilangan rakaat yang dikerjakan Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam pada beberapa malam tersebut di masjid. Namun, ada sebuah riwayat dari Aisyah Radiallahu ‘anha yang berkata, “Baik di bulan Ramadan maupun bulan lainnya, Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam tidak menambah lebih dari 11 rakaat.”
Istilah Tarawih Muncul Era Khalifah Umar
Menurut pendapat Imam al-Marwazi dalam kitabnya Qiyam Ramadhan, istilah Tarawih kemungkinan muncul pada masa Khalifah Umar bin Khaththab Radiallahu ‘anhu. Salat Tarawih berjamaah juga kembali dihidupkan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab Radiallahu ‘anhu.
Baca Juga:Militer AS Operasi Evakuasi Personel Non-Esensial dari Kedutaan Amerika di HaitiDendam Tamara Tyasmara Ingin Menenggelamkan Yudha Arfandi Saat Rekontruksi di Kolam Renang
Ahmad Rofi Usmani dalam bukunya Pesona Ibadah Nabi menceritakan, pada suatu malam di bulan Ramadan, Umar bin Khattab Radiallahu ‘anhu dan beberapa sahabat pergi ke Masjid Nabawi. Setiba di masjid tersebut, mereka mendapati orang-orang melaksanakan salat dalam berbagai kelompok. Ada yang sedang melaksanakan salat sunah secara munfarid, ada pula kelompok kecil yang melaksanakan salat sunah berjamaah.
Melihat hal tersebut, Umar bin Khattab Radiallahu ‘anhu berseru kepada Abdurrahman Al-Qari, “Wahai Abdurrahman! Menurutku, lebih baik mereka disuruh berkumpul dan salat bersama seorang imam.”
Malam itu pula, Umar bin Khattab Radiallahu ‘anhu pun menunjuk Ubay bin Ka’b sebagai imam salat Tarawih secara berjamaah. Pada beberapa malam kemudian Umar bin Khattab kembali pergi ke Masjid Nabawi dan melihat orang-orang melaksanakan salat Tarawih.
Adapun jumlah rakaat salat Tarawih pada masa Umar bin KhattabRadiallahu ‘anhu, menurut Al-Iraqi, adalah 20 rakaat selain witir yang berjumlah 3 rakaat. (*)