Presiden Korsel, Park Geun-hye dalam kunjugan ke Amerika Serikat pada 2013. (Wikimedia Commons)
Kehadiran Park Geun-hye sebagai presiden wanita Korsel mulanya mengundang puja-puji. Ia dianggap mampu membereskan segala macam masalah yang ada di Korsel. Nyatanya jauh panggang dari api. Ia terlibat dalam ragam skandal.
Ia dianggap membiarkan teman dekatnya, Choi Soon-sil ikut campur urusan negara. Choi pun memanfaatkan itu untuk memeras perusahaan raksasa di Korsel. Ajian itu membuat dana sekitar 70 juta dolar AS masuk ke yayasan Nirlaba milik Choi.
Kedekatan itu juga dimanfaatkan Choi mampu mengakses segala macam rahasia negara. Apalagi, Choi dapat mengakses pidato, bahkan mengubah pidato. Rakyat Korsel pun berang. Kecintaan berubah jadi kebencian. Park Geun-hye dianggap hina karena terlibat dalam pemerasan dan korupsi.
Baca Juga:6 Perusahaan Rapor Merah Segera Dipanggil, Erick Thohir: BCOMSS 2024 Pendorong Keterbukaan Informasi Perusahaan BUMN Semakin TransparanPosIND Raih 3 Penghargaan Pada Malam Penganugerahan BCOMSS 2024
Rencana pemakzulan Park Geun-hye berhembus di parlemen Korsel. Jejak pendapat pun digelar pada akhir 2016. Hasilnya, 234 dari 300 anggota Majelis Nasional memilih untuk memakzulkan Park Geun-hye.
Keputusan itu ditindaklanjuti oleh Mahkamah Konstitusi. Lembaga itu baru benar-benar memakzulkan Park Geun-hye pada 10 Maret 2017. Keputusan itu jadi bukti bahwa Park Geun-hye melanggar konstitusi dan hukum Korsel.
“Ketua Mahkamah Agung, Lee Jung-mi, mulai membacakan putusan tidak lama setelah pukul 11 pagi. Tindakan presiden tersebut sangat merusak semangat demokrasi dan supremasi hukum. Presiden Park Geun-hye telah diberhentikan. Tindakannya mengkhianati kepercayaan masyarakat. Ini merupakan pelanggaran hukum berat yang tidak dapat ditoleransi,” ujar Justin McCurry dalam tulisannya di laman The Guardian berjudul Park Geun-hye: South Korean Court Removes President Over Scandal (2017). (*)