SITUASI di ibukota Haiti, Port au Prince, memanas dan semakin mencekam dengan krisis politik dan keamanan yang semakin buruk.
Kisruh politik terjadi sejak awal Februari 2024, ketika Perdana Menteri Ariel Henry tidak memenuhi janji untuk melaksanakan pemilu dengan alasan situasi keamanan Haiti yang belum kondusif.
Menanggapi situasi ini, KBRI Havana mengimbau tujuh warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Port au Prince untuk waspada dan tidak keluar rumah. Mereka tinggal di ibukota Haiti sebagai spa terapis.
Baca Juga:Haiti Mencekam, Upaya Kelompok Bersenjata Kendalikan Bandara InternasionalMediasi Gagal: Pemprov Jabar Tolak Ganti Rugi, Bertentangan dengan Kebijakan Presiden Jokowi, Berikut Paparan Kuasa Hukum Warga Kota Ampera Cirebon
“Sampai saat ini mereka dalam keadaan aman dan tempat mereka bekerja jauh dari wilayah konflik,” kata KBRI Havana dalam keterangannya, Selasa (5/3).
Sementara itu, Duta Besar Nana Yuliana menyebut pihaknya telah menyiapkan rencana strategi perlindungan WNI.
Pertama, mengeluarkan imbauan kepada WNI agar tidak keluar rumah dan waspada menghindari daerah konflik, serta menghubungi hotline KBRI jika terjadi hal-hal yang membahayakan.
Kedua, menyiapkan evakuasi darat ke negara tetangga, Republik Dominikana, yang terletak sekitar 63 km atau 1 jam perjalanan dari Haiti.
Ketiga, mendorong WNI untuk keluar dari Haiti dan mencari pekerjaan di negara Karibia lainnya yg lebih aman.
Situasi Haiti Mencekam
Saat ini geng kriminal bersenjata telah menguasai 80 persen wilayah Port au Prince. Hal ini membuat situasi sangat mencekam, dengan kasus pembunuhan dan tindak kekerasan lain seperti penjarahan hingga pembakaran rumah meningkat.
Aksi geng kriminal ini membuat bandara, kantor pemerintahan, hingga sekolah dan pertokoan di ibukota ditutup. Sebagai upaya membela diri, warga sipil membawa senjata dan menutup jalan untuk mencegah masuknya geng.
Baca Juga:Bahlil Lahadalia Keberatan Atas Berita Tempo yang Angkat Soal TambangMantan Gubernur Jawa Barat Solihin GP Meninggal Dunia di Usia 97 Tahun
Melalui Resolusi DK PBB Nomor 2699/2023 tanggal 2 Oktober 2023, PBB telah memutuskan pengerahan pasukan polisi multinasional ke Haiti untuk memulihkan situasi.
Pasukan polisi yang rencananya dipimpin oleh Kenya ini termasuk berasal dari Bahama, Bangladesh, Barbados, Benin, dan Chad.
Hingga saat ini keberadaan PM Ariel Henry tidak diketahui. Sementara Haiti memberlakukan situasi darurat selama 72 jam sejak Senin (4/3).
Henry terakhir kali terlihat pada 29 Februari, ketika berkunjung ke Kenya untuk membahas kerjasama keamanan dan pasukan yang akan dikirim ke Haiti.