KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) akan meminta klarifikasi kepada Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Bahlil memang sedang mendapat sorotan. Ia ditengarai telah melakukan praktik lancung dalam proses pencabutan maupun pemberian kembali izin tambang, khususnya nikel, atau perkebunan sawit.
“KPK akan mempelajari informasi tersebut dan melakukan klarifikasi para pihak yang dilaporkan,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, Senin kemarin.
Dalam catatan delik, sengkarut izin tambang itu bermula dari kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mencabut izin usaha pertambagan (IUP) perusahaan yang tak kunjung merealisasikan investasinya. Pada tahun 2021, Jokowi menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) No.11/2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi.
Baca Juga:Rapat Paripurna DPR RI Ke-13 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024: 164 Anggota Hadir dari 575 Anggota DPRGeng-geng Kejahatan Kuasai 80 Persen Ibu Kota Haiti Tuntut Pengunduran Diri PM Ariel Henry
Satgas Percepatan Investasi dipimpin oleh Bahlil Lahadalia. Sementara wakilnya adalah Wakil Jaksa Agung dan Wakapolri. Salah satu tugas Satgas tersebut yakni memastikan realisasi investasi setiap pelaku usaha yang telah mendapatkan perizinan berusaha.
Sejak satgas itu dibentuk, pemerintah mulai agresif mencabut izin-izin tambang yang investasinya belum direalisasikan. Pada awal Januari 2022 lalu, Presiden Jokowi mengaku telah mencabut 2.078 Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Namun demikian, rencana pencabutan itu belum sepenuhnya direalisasikan, karena sampai dengan April 2022, hanya sekitar 1.118 yang harus dicabut IUP-nya. Mayoritas perizinan yang dicabut adalah IUP mineral lainnya sebanyak 375 IUP, batu bara 271 IUP, IUP timah 237, nikel 102 IUP, emas 59 IUP, bauksit 50 IUP, dan tembaga 14 IUP.
Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, dalam arsip pemberitaan delik mengungkapkan bahwa pencabutan izin usaha pertambangan tersebut sudah berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Selain itu, Bahlil menyebut, pemerintah tidak memandang siapa pemilik IUP yang dicabut tersebut dan semuanya berlaku sesuai aturan.
“Pencabutan izin tanpa lihat ini punya siapa, kita tertib dengan aturan. Saya tahu sahabat-sahabat saya banyak, mungkin juga di grup perusahaan dulu saya kerja ada, tapi aturan harus kita tegakkan, aturan berlaku untuk seluruh orang, tidak untuk satu kelompok tertentu,” tutur Bahlil waktu itu.
Aksi Bahlil membabat ribuan IUP itu kemudian memicu perlawanan dari para pengusaha. Mereka ramai-ramai mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta maupun PTUN Makassar.