Lebih lanjut, dia menegaskan, komitmen PDIP bukan untuk memakzulkan Presiden Jokowi, tetapi membongkar dan mengoreksi kecurangan Pemilu 2024.
“Proses pemakzulan itu terpisah dengan angket yang jalan sendiri, tetapi jika bahan hasil angket menjadi bahan untuk pemakzulan itu persoalan lain. Sekarang ini hak angket tidak ada hubungannya dengan pemakzulan,” kata Todung.
Todung menyampaikan, dugaan kecurangan Pemilu 2024 terjadi sejak masa prapencoblosan hingga setelah pencoblosan.
Baca Juga:Kapolda Ungkap Dugaan Ledakan di Area Mako Brimob Polda Jatim, Satu Mobil dan Ruangan HancurKasus Perundungan SMP di Kota Balikpapan
Pada masa prapencoblosan, intervensi membuat kekuasaan tidak netral. Hal ini bisa dilihat di media massa dan media sosial. Kemudian, politisasi bantuan sosial (bansos) begitu massif, padahal sebelumnya tidak pernah terjadi seperti pada Pemilu 2024.
Nilai bansos yang dibagikan bukan dalam jumlah kecil yakni Rp496,8 triliun. Mengutip para ahli psikologi politik, Todung menegaskan, ada korelasi antara perilaku pemilih dengan politisasi bansos. Selain itu, dikte patron penguasa seperti bupati, camat, kepala desa, dan pemuka agama juga mempengaruhi sikap pemilih.
“Dalam masyarakat yang paternalistik seperti Indonesia, apa yang dikatakan patron itu didengar pemilih,” ucap Todung.
Hitung-hitungan Kekuatan Politik di Parlemen
Adapun dalam aturannya, untuk bisa mengajukan Hak Angket maka para anggota legislatif wajib memenuhi sejumlah syarat. Melansir dari UU Nomor 17 Tahun 2014 berikut ini adalah beberapa syaratnya:
- Hak angket wajib diusulkan minimal 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi.
- Pengusulan hak angket harus disertai dokumen yang memuat setidaknya materi kebijakan dan atau pelaksanaan UU yang diselidiki dan alasan penyelidikan.
- Usulan hak angket diterima jika mendapatkan persetujuan dalam rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota DPR.
- Keputusan hak angket diambil dari persetujuan lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna tersebut.
Jika melihat kekuatan politik per fraksi di DPR, persentase anggota parlemen dari PDIP dan tiga partai Koalisi Perubahan yaitu Nasdem, PKB dan PKS sudah mencapai lebih dari 50 persen.
Total gabungan kursi yang dimiliki keempat partai tersebut mencapai 295 kursi. Itu setara dengan 51,3 persen dari total 575 kursi anggota DPR. Dilansir dari situs resmi dpr.go.id, PDIP memiliki 128 kursi anggota DPR, Nasdem 59, PKB 58 dan PKS 50.