Ihwal apakah Presiden Jokowi pantas memberikan pangkat istimewa itu, menurut Fahmi layak dilakukan. Alasannya, berdasarkan UU, Prabowo memang punya hak dan memenuhi syarat.
Bahkan katanya, jika mengacu pada penganugerahan tanda kehormatan bintang militer utama (Bintang Yuda Dharma Utama dll) yang dilakukan pada 2022, mestinya penganugerahan pangkat istimewa itu sudah bisa dilakukan pada tahun itu juga.
Mengenai Prabowo tercatat pernah diberhentikan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) namun malah mendapat tanda kehormatan, menurut Fahmi, harus diingat bahwa semua prajurit yang memasuki masa pensiun atau harus mengakhiri dinas keprajuritan karena kondisi tertentu (berhalangan tetap, dipecat dan lain-lain), pasti akan mendapatkan keputusan pemberhentian dari dinas keprajuritan sebagai bentuk pengakhiran.
Baca Juga:Gunung Semeru Meletus, Abu Vulkanik Setinggi 1 KmCucu Mendiang Pencipta Minuman Energi Red Bull Lolos dari Kasus Tabrak Lari, Mantan Kepala Polisi Thailand Didakwa Bantu Vorayuth
Bentuknya ada dua, lanjut Fahmi, yakni pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat dan tidak pernah diberhentikan secara tidak hormat (pemecatan).
“Faktanya, status Prabowo adalah diberhentikan dengan hormat. Karena itu dia juga tidak kehilangan hak dan kewajiban apapun yang berkaitan dengan statusnya sebagai prajurit TNI,” katanya.
Sedangkan soal pelanggaran HAM berat yang diduga dilakukan oleh Prabowo, Fahmi melihat, sejauh ini tidak ada fakta hukum dan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan dan menghukum Prabowo sebagai pelaku pelanggaran HAM Berat.
“Selama hal itu tidak ada, tentu saja dia tidak bisa disebut demikian dan asas praduga tidak bersalah juga berlaku untuk Prabowo,” ujar Fahmi. (*)