Formasi di atas, kata Erma, dapat terjadi dari gabungan banyak sel awan badai Cumulonimbus yang terorganisasi sedemikian rupa, “Sehingga pada bagian hook atau tengah yang meruncing terbentuk angin kencang.” Angin itu di permukaan dapat berputar karena gaya vortisitas lokal yang dapat terbentuk dari meso vorteks.
Tim dari BRIN, Erma mengatakan, sedang melakukan kajian lanjutan. Yang jelas, menurut Erma, kini sudah ada hipotesis tentang mekanisme dugaan tornado Rancaekek yang akan dibuktikan lewat investigasi tim periset BRIN. “Dengan melihat skala dampak, kejadian tersebut dapat dipertimbangkan sebagai setara F0 tornado yang secara orisinil terbentuk karena badai konvektif skala luas di Indonesia,” ujarnya.
Soal kenapa angin kencang itu hanya menghantam daerah Rancaekek dan tidak daerah lain, menurutnya masih butuh penelitian.
Baca Juga:Mengenal OECD, Organisasi Internasional Bidang Ekonomi dan Negara AnggotanyaWarga Ampera Kota Cirebon Gugat Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pj Walikota Cirebon: Keputusan yang Tepat
Sebelumnya, Pelaksana tugas Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, merevisi info awal BMKG perihal kecepatan angin puting beliung Rancaekek. Dari sebelumnya disebutkan 36,8 diperbarui menjadi 62,3 kilometer per jam. Data terbaru berdasarkan analisis dari radar cuaca BMKG.
Meski begitu, Andri mengatakan, kecepatan itu masih jauh dari kekuatan tornado terlemah yang disebutnya 105 kilometer per jam berdasarkan Enhanced Fujita Scale. “Memang yang terjadi di Rancaekek puting beliung yang dahsyat, BMKG akan mengkaji sehingga nanti kita punya skala sendiri,” kata dia. (*)