56 warga mewakili masyarakat Ampera Kota Cirebon, imbuh Tjandra, menggugat Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Pasal 126 ayat 1, 2 dan 4 Peraturan menteri agraria/Kepala BPN No.3/1997 pada intinya menginstruksikan bahwa Pihak yang berkepentingan dapat minta dicatat dalam buku tanah bahwa suatu hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun akan dijadikan obyek gugatan di Pengadilan dengan menyampaikan salinan surat gugatan yang bersangkutan.
Catatan tersebut hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung dari tanggal pencatatan atau apabila pihak yang minta pencatatan telah mencabut permintaannya sebelum waktu tersebut berakhir. Sehingga Pemblokiran jika tidak ditindaklanjuti dengan gugatan, maka 30 hari setelah pencatatan gugur demi hukum.
“Kenyataannya sampai sekarang masih terblokir. Lebih ironis faktanya Pemprov Jabar selama ini cenderung mengintimidasi warga untuk membayar ganti rugi sedangkan warga bertahan pada bukti kepemiikan berdasarkan proses hukum yang benar,” ujar Tjandra.
Baca Juga:Polisi Tangkap Pelaku Pengeboman Rumah Ketua KPPS di PamekasanKematian Hampir 30 Ribu Jiwa Tidaklah Cukup Bagi Israel, Menlu Retno Terpaksa Tinggalkan Pertemuan G20 Demi Palestina
Ia menyampaikan bahwa tanah dan bangunan adalah milik sah dari warga yang telah diperoleh secara sah baik secara yuridis formal maupun material, dengan dibuktikan dengan sertifikat tanah yang diatur dalam pasal 19 ayat 1 dan 2 UU No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) berbunyi : (1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. (2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
a. pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat
Selanjutnya, kata Tjandra, menurut Pasal 32 ayat 1 dan 2 PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
berbunyi: (1) Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
(2) Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah merujuk tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.