Disamping itu, teori mere exposire dapat dikaitkan dengan konsep kognitif, seperti kemudahan pengolahan informasi. Pada dasarnya, manusia menyukai hal-hal yang familiar karena pengolahan informasi menjadi lebih efisien dan tidak memakan banyak energi. Pernyataan ini yang kemudian tercermin pada kalimat ini “Pilih Komeng, yang lain gak kenal. Komeng khan artis jadi lebih tahu dibandingkan caleg yang lain”.
Foto Komeng dengan pose unik sebenarnya dapat juga dipersepsikan banyak hal. Afgiansyah (2024) menganalisis foto Komeng dengan mengkaitkannya dengan Psikologi Komunikasi, yakni tentang Priming dan Recalling. Ia menjelaskan bahwa proses primingadalah eksposur berulang terhadap Komeng dalam perannya sebagai komedian.
Hal tersebut kemungkinan besar telah mensetting ulang persepsi pemilihnya, misalnya mengkaitkan pose foto Komeng dengan karakteristik positif, seperti kejujuran, kesederhanaan, dan keaslian dengan dirinya.
Baca Juga:Gedung ex British American Tobacco Bakal Jadi Destinasi Wisata Kota Cirebon, Dibuka untuk Umum Akhir Tahun 2024Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis Sebut Kecurangan Pemilu Terstruktur, Sistematis, dan Masif Ranah Bawaslu Bukan MK
Tentu saja, foto Komeng memicu ingatan positif ini sehingga mempengaruhi cara pemilih memproses informasi baru tentang Komeng. Foto ini juga memanfaatkan efek mere exposire sehingga pemilih cenderung lebih menyukai Komeng karena menurut mereka Komeng lebih familiar.
Sementara Afgiansyah (2024) menjelaskan proses recalling terjadi ketika kemampuan masyarakat untuk mengingat dan menghubungkan slogan “Uhuy” Komeng, menunjukkan keefektifan pencitraan dan pesan yang konsisten.
Ini memperkuat asosiasi positif terhadap Komeng, mendorong pemilih untuk mendukungnya berdasarkan memori afektif terkait citra tersebut. Slogan ini juga menjadi “mnemonic”, yaitu alat bantu ingatan yang memudahkan pemilih untuk mengenali dan mengingat Komeng di antara calon lainnya.
Sementara jika dikaitkan dengan teori persepsi, foto Komeng dapat dinilai berbeda oleh masyarakat. Kemungkinan dinilai positif ataupun negatif. Dinilai positif karena foto Komeng dipersepsikan sebagai hal yang wajar dan mencerminkan tentang sebuah kejujuran dan apa adanya. Namun tidak menutup kemungkinan, jika beberapa pihak mempersepsikan negatiffoto Komeng sebagai sebuah lelucon atau hal yang tidak serius, meskipun sebenarnya foto yang Komeng serahkan ke KPU tidak melanggar aturan dan sah untuk digunakan.
Jadi kesimpulannya, kemenangan Komeng dapat dilihat sebagai strategi branding seorang caleg yang disesuaikan dengan ciri khasnya, dan hal tersebut mempengaruhi dinamika psikologis pemilihnya. Fenomena ini jug menunjukkan bahwa politik sangat menarik untuk ditilik dari berbagai sudut pandang ilmu apapun. Satu hal yang penting, ketika Komengmenjabat semoga menjadi pejabat amanah dan dapat menyuarakan suara rakyat. (*)