PAKAR Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, menyebut, penanganan pelanggaran atau kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) merupakan ranah Bawaslu bukan Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal itu disampaikan Margarito merespons situasi terkini dimana ada kubu paslon yang merasa tidak puas dengan hasil pemilu, dan berkeinginan melakukan gugatan ke MK karena merasa dicurangi di pemilu.
Margarito mengatakan, itupun harus dibuktikan secara spesifik jika kecurangan atau pelanggaran yang terjadi memang benar-benar mempengaruhi hasil pemilu, bukan cuma soal selisih suara saja.
Baca Juga:Ganjar Pranowo Urutan Teratas Jadi Narasumber Utama Media Massa, 1.382 BeritaAnggaran Kemendag Rp140 Miliar di 2024 Diblokir Kemenkeu
“Kecurangan-kecurangan itu lebih karena pada salah hitung misalnya begitu ya, bukan karena prosedur pelaksanaannya. Karena kalau anda mau jadikan prosedur sebagai vokal poin dalam permohonan ini itu menjadi salah,” kata Margarito saat diskusi bertajuk ‘Gugatan TSM di MK Apakah Masuk Akal’ di Jakarta, Kamis (22/2).
“Mengapa? Karena undang undang memerintahkan soal-soal itu dibawa ke Bawaslu bukan ke Mahkamah Konstitusi itu ya,” sambungnya.
Menurut Margarito, selama ini kubu paslon 01 maupun 03 juga terkecoh karena terlalu memfokuskan pada hasil Sirekap milik KPU. Padahal, Sirekap bukan jadi acuan surat suara sah hasil penghitungan pemilu.
“Saya lihat teman-teman di kubu 01 dan 03 itu terkecoh dengan memberi fokus pada Sirekap itu. Padahal sirekap bukan satu-satunya soal yang menjadi dasar lahirnya angka (suara) itu. Ini kan cuma alat bantu percepatan agar memberikan informasi kepada orang,” ujarnya.
Ia pun menyarankan agar sebaiknya kubu paslon 01 dan 03 untuk tidak mengambil pusing merespons hasil Sirekap.
“Tapi secara hukum yang menjadi entitas adalah hasil rekapitulasi jadi mesti pastikan di hasil rekapitulasi jangan pusing dengan Sirekap itu,” pungkasnya. (*)