Dalam beberapa penelitian ditemukan fakta jika konten-konten media di Indonesia masih sangat Jakarta-sentris, termasuk dalam politik. Ini menjadikan jabatan DKI/Jakarta-1 mendapatkan eksposur yang lebih dibandingkan gubernur lainnya.
Ada beberapa contoh kasus Gubernur DKI Jakarta memiliki probabilitas untuk setidaknya mengikuti kontestasi pilpres, yakni Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi). Bahkan, nama terakhir berhasil menjadi presiden dua periode.
Pencalonan RK di Jakarta kiranya akan menjadi investasi jangka panjang Golkar dalam kancah perpolitikan nasional.
Baca Juga:Bertugas Menjaga Tinta di TPS, Anggota KPPS Ini Meninggal DuniaKejagung Tetapkan 2 Tersangka di Kasus Dugaan Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah
Terlebih, jika RK dapat menorehkan prestasi selama menjadi DKI-1 hingga kemudian nantinya mengantarkan dirinya dalam kontestasi Pilpres 2029.
Jika skenario ini terjadi, ini akan menjadi kader pertama Golkar yang ikut kontestasi pilpres setelah Jusuf Kalla (JK) pada 2009 lalu. Sebagai partai legendaris di Indonesia, ini tampaknya menjadi jalan pembuka untuk mengembalikan kejayaan Golkar.
Namun, jalan RK menuju DKI/Jakarta-1 tampaknya tidak akan mulus. Hal ini karena Ahmed Zaky sudah mendapat mandat terlebih dahulu untuk maju di Pilgub DKI.
Jika ingin membatalkannya, Partai Golkar harus melakukan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) untuk meresmikan RK maju di Pilgub Jakarta, sekaligus membatalkan keputusan untuk mengusung Ahmed Zaky.
Selain itu, masih ada hal lain yang dapat menunda keputusan penunjukan RK, yakni tanda tanya Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) tentang apakah pemimpin Jakarta kelak masih melalui pemilu atau penunjukan pasca tak lagi menjadi ibu kota.
Dengan berbagai keuntungan dan kerugian yang dijelaskan diatas, nama RK kiranya harus dipertimbangkan Golkar untuk maju bertarung memperebutkan kursi DKI/Jakarta-1. (*)