Ketika kepemimpinan daerah Kalijodo dipangku oleh Daeng Azis, riwayat Kalijodo sebagai pusat lokalisasi dan bisnis ‘haram’ mengalami kelumpuhan. Ahok dalam beberapa media menjelaskan bahwa keputusannya merelokasi Kalijodo bukan disebabkan lingkaran setan prostitusi, melainkan daerah Kalijodo merupakan daerah resapan air tanah. Pernyataan Ahok tersebut, membuat kebijakan teknokratik yang dilakukan Ahok tidak menyelesaikan apapun, selain memindahkan penduduk.
Pada masa kampanye Pilkada DKI 2017, Anies memang kerap mendatangi lokasi-lokasi gusuran di Jakarta. Penggususran yang dilakukan ketika pemerintahan Ahok, kini menjadi ladangnya menuai janji kepada warga korban penggusuran. Mulai dari kepastian tidak melakukan penggususran, hingga menyediakan pendidikan yang dapat diakses oleh tiap lapisan masyarakat. Menginjak masa tenang kampanye Pilkada DKI Jakarta, Anies mendatangi Kalijodo dengan janji dan harapan serupa.
Sebuah survei yang dilakukan oleh sebuah lembaga riset dan konsultasi politik, Saiful Mujani, mengeluarkan hasil bahwa sosok Anies dipilih masyarakat Jakarta atas kesamaan agama oleh para mayoritas masyarakat Jakarta. Sedangkan pada citra personal, dirinya unggul dalam hal keramahan dan kesantunan. Dengan demikian dirinya harus berkempanye lebih giat demi meraih citra dapat bekerja dengan baik dan memiliki sikap tegas yang keduanya bertengger pada Ahok. Kunjungannya ke Kalijodo merupakan upayanya mengambil suara dari masyarakat yang terlanjur kecewa oleh Ahok, sekaligus memulai masa tenang Pilkada DKI 2017.
Baca Juga:Harapan Hadi Tjahjanto ke Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono: Gebug Mafia TanahPesan Khusus Jokowi ke Menko Polhukam Hadi Tjahjanto
Histori panjang Kalijodo, sebagai pusat hiburan selama ratusan tahun, bagi para pemodal dan pemilik bisnis baik tingkat bawah maupun atas, memang mendatangkan sebuah keberkahan sendiri. Namun, di balik tumpah ruahnya keuntungan dalam lokalisasi tersebut, jangan sampai membutakan mata akan kekerasan yang terjadi terhadap perempuan, terutama para PSK. Ketiadaan pilihan, ketidakberdayaan pada sistem, dan minimnya pengetahuan, merupakan alasan mereka semua bertahan dalam lingkaran setan tersebut. Hingga Kalijodo seakan hadir bagai dua sisi mata uang yang berseberangan.
Gubernur Ali Sadikin pada tahun 1966-1977, melindungi daerah Kramat Tunggak sebagai pusat lokalisasi prostitusi. Pada sebuah media, ia pernah berujar penetapan tersebut memudahkan pemerintah memetakan dan mengontrol bisnis hitam ini. Selain itu, bisnis tersebut telah banyak mendanai pembangunan berbagai fasilitas dan infrastruktur kota, mulai dari puskesmas, sekolah, museum, dan gedung-gedung cantik bergaya Eropa. Hinga akhirnya, daerah tersebut kini sudah berganti haluan menjadi Islamic Centre. Tetap saja, pendirian lembaga keagaaman tersebut belum mampu menghilangkan praktik prostitusi sepenuhnya sampai sekarang.