DUTA Besar Federasi Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva menyebut bahwa tokoh oposisi Rusia Alexei Navalny meninggal karena masalah kesehatan dan bukan karena sebab-sebab yang tidak wajar.
Hal tersebut disampaikan Vorobieva untuk menepis tuduhan negara-negara Barat yang menyebut meninggalnya Navalny pada Jumat (16/2) adalah akibat andil pihak lain yang menginginkan kematiannya.
“Sebab Navalny meninggal adalah karena penggumpalan darah yang tidak bisa dipicu oleh faktor-faktor yang disengaja. Hal tersebut juga tidak dapat diprediksi, bahkan bagi orang yang tampak sehat,” ucap Vorobieva pada Rabu.
Baca Juga:Presiden Filipina Ferdinand ‘Bongbong’ Marcos Beri Ucapan Selamat ke Prabowo SubiantoNota Pembelaan Dadan Tri Yudianto Ungkap Kejanggalan Penetapan Tersangka Dirinya oleh KPK
Dubes Rusia itu mengatakan, saat Navalny ditemukan tidak sadarkan diri di penjara di Kawasan Otonom Yamalo-Nenets tempatnya dipenjara, tim medis penjara berusaha memulihkan kesadarannya selama satu jam. Meski demikian, nyawa Navalny tidak dapat diselamatkan.
Vorobieva mengatakan bahwa pengaruh Navalny hanya ada pada sekelompok kecil orang di Rusia, dan sebagian besar masyarakat Rusia justru tidak menganggap Navalny sebagai figur yang penting dan berpengaruh.
“Ia hanyalah bagian dari sekelompok kecil orang yang tidak setuju dengan pemerintah, yang tentu wajar terjadi di sebuah negara,” kata Varobieva.
Kematian Navalny tidak akan menimbulkan riak besar di kalangan masyarakat Rusia, khususnya menjelang pemilihan presiden Maret mendatang, katanya menambahkan.
Varobieva juga mengritik negara-negara Barat yang lantas memanfaatkan kabar meninggalnya tokoh oposisi tersebut untuk semakin menekan Rusia dengan menuduh bahwa Navalny dibunuh.
“Beberapa jam setelah Navalny dilaporkan meninggal, mereka sudah sangat yakin Putin membunuhnya, padahal belum ada bukti penyelidikan maupun bukti medis (terkait kematiannya),” ucap Dubes Rusia.
Sejumlah negara Barat bereaksi keras menyusul kabar meninggalnya Alexei Navalny yang tengah menjalani hukuman penjara 19 tahun atas tuduhan ekstremisme dan kejahatan lainnya. Ia juga sudah menjalani 11,5 tahun penjara atas kasus penipuan.
Baca Juga:Jimly Asshiddiqie: Usulan Ganjar Pranowo Soal Hak Angket Dugaan Kecurangan Pemilu 2024 Tak Memiliki Waktu, Gertak Politik SajaPrabowo Subianto Unggah di Medsos Momen Menerima Ucapan dari Presiden Uni Emirat Arab, Mohammed Bin Zayed
Pemerintah Inggris, Finlandia, dan Swedia telah memanggil duta besar Rusia di negaranya masing-masing untuk meminta penjelasan atas kasus Navalny.
Sementara itu, pemerintah Amerika Serikat pada Selasa (20/2) menyatakan akan mengumumkan “paket sanksi yang besar” terhadap Rusia sebagai respons atas kematian Navalny.
Presiden Joe Biden turut menyebut bahwa kematian Navalny patutnya semakin mendorong Kongres AS memberikan bantuan lebih lanjut untuk Ukraina. (*)