Gelembung Aset
Merupakan salah satu faktor penyebab resesi. Banyaknya investor yang panik biasanya akan segera menjual sahamnya yang kemudian memicu resesi. Hal ini disebut juga sebagai “kegembiraan irasional”.
Kegembiraan ini menggembungkan pasar saham dan real estate. Hingga akhirnya gelembung tersebut pecah dan terjadilah panic selling dapat menghancurkan pasar yang kemudian menjadi penyebab resesi.
Kontraksi Ekonomi yang Mendadak
Guncangan ekonomi yang mendadak dapat memicu resesi serta berbagai masalah ekonomi yang serius. Mulai dari tumpukan hutang yang secara individu maupun perusahaan.
Baca Juga:Sirekap Bermasalah, Heru Subagia: Jika Terjadi Pencurian Suara Pemilih, Saya Tuntut KPU Harus Bertanggung JawabBasarnas: 3 Korban Helikopter Bell 429 PK-WSW Berhasil Dievakuasi
Banyak hutang yang dimiliki kemudian otomatis membuat biaya pelunasannya juga meninggi. Biaya dalam melunasi hutang tersebut lama-lama akan meningkat ke titik dimana mereka tidak dapat melunasinya lagi.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Berkembangnya teknologi juga menyumbang faktor terjadinya resesi. Sebagai contoh pada abad ke-19, terjadi gelombang peningkatan teknologi hemat tenaga kerja.
Revolusi yang dinamakan juga revolusi Industri ini kemudian membuat seluruh profesi menjadi usang, dan memicu resesi. Saat ini beberapa ekonom khawatir bahwa Artificial Intelligence (AI) dan robot akan menyebabkan resesi lantaran banyak pekerja kehilangan mata pencahariannya.
Indikator Suatu Negara Mengalami Resesi
Krisis ekonomi Uni Eropa di tahun 2008-2009 sempat mengakibatkan 17 negara di kawasan tersebut memasuki masa resesi, seperti pada Perancis, Spanyol, Irlandia, Yunani, Portugal, Republik Siprus, dan Italia.
Pada tahun 2010, kelesuan ekonomi melanda Thailand. Negara yang dikenal dengan julukan Negeri Gajah Putih ini kemudian mengalami penurunan ekonomi yang negatif selama dua kuartal berturut-turut karena produk domestik brutonya yang terus menerus merosot. Lalu kapan atau apakah tandanya suatu negara kemudian dianggap mengalami resesi?
Ketidakseimbangan Produksi dan Konsumsi
Keseimbangan konsumsi dan produksi menjadi dasar pertumbuhan ekonomi. Di saat produksi dan konsumsi tidak seimbang, maka terjadilah masalah dalam siklus ekonomi. Tingginya produksi yang tidak dibarengi dengan konsumsi akan berakibat pada penumpukan stok persediaan barang.
Namun rendahnya konsumsi sementara kebutuhan kian tinggi akan mendorong terjadinya impor. Hal ini kemudian akan berakibat pada penurunan laba perusahaan sehingga berpengaruh pada lemahnya pasar modal.