KEJAKSAAN Agung (Kejagung) membeberkan kerugian negara akibat kasus penambangan timah ilegal di Bangka Belitung (Babel) mencapai Rp 271 triliun.
Kerugian itu berasal dari kerusakan lingkungan akibat penambangan yang juga merambah kawasan hutan dan di luar Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Untuk kerugian akibat kerusakan lingkungan ini, Kejagung menggandeng ahli Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Bambang Hero Saharjo. Nilai kerugian didapat berdasarkan verifikasi di lapangan dan satelit, kemudian dilakukan analisa.
Baca Juga:Tercatat dalam Manifes Pesawat Banjarmasin-Surabaya dan Beredarnya CCTV: Ditjen Pas Bantah Tanpa Pengawalan, Mardani Maming Hadiri Sidang PKPolisi Dalami Peristiwa Ledakan Bom di Rumah Ketua KPPS di Pamekasan
Dalam keterangan pers di Kejagung, Senin malam, 19 Februari 2024, Bambang memaparkan, total luas IUP di Babel mencapai 349.653,574 hektare (Ha). Yang tersebar di tujuh wilayah yakni Kabupaten Bangka, Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Belitung, Kabupaten Belitung Timur, dan Kota Pangkalpinang.
Luas lahan yang telah dieksplorasi berupa galian tambang timah mencapai 170.363,064 Ha, yang mencakup kawasan hutan dan non kawasan hutan. Kawasan hutan yang telah ditambang seluas 75.345,752 Ha, sementara non kawasan hutan 95.017,313 Ha.
Dari toal luas galian tambang 170.363,064 Ha, ternyata yang memiliki IUP hanya 88.900,462 Ha, dan luas galian non IUP 81.462,602 Ha.
Kemudian, total luas IUP tambang darat dan laut 915,854.652 Ha. Dengan rincian, IUP tambang darat 349,653.574 На, luas IUP tambang laut 566,201.08 Ha.
Menurut Bambang, perhitungan kerugian ini mengacu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran.
Bambang menerangkan, total nilai kerugian untuk kawasan hutan sebesar Rp 223.366.246.027.050. Rinciannya, biaya kerugian lingkungan (ekologis) Rp 157.832.395.501.025, biaya kerugian ekonomi lingkungan sebesar Rp 60.276.600.800.000, dan biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp 5.257.249.726,025.
Sementara nilai kerugian lingkungan pada non kawasan hutan total mencapai Rp 47.703.441.991.650. Rinciannya, biaya kerugian lingkungan (ekologis) Rp 25.870.838.897.075, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp 15.202.770.080.000, dan biaya pemulihan lingkungan Rp 6.629.833.014.575.
Baca Juga:Usulan Bawaslu hingga Pegiat Pemilu agar Sirekap Dihentikan Tidak Diamini KPUAda Anomali Penghitungan Suara Pilpres 2024, KPU: Kesalahan Data Total di 1.223 TPS
Total kerugian lingkungan akibat galian tambang timah, baik di kawasan hutan dan non kawasan hutan sebesar Rp 271.069.688.018.700.
Kerugian ini baru dari sisi lingkungan hidup atau ekologis. Belum secara keseluruhannya.
“Kerugian ini masih akan kita tambah dengan nilai keuangan negara yang sampai saat ini masih proses (penghitungan). Berapa hasilnya, masih kita tunggu,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kuntadi.