“Dimana, baik kubu 01 maupun kubu 03 sangat intens menyerang kubu 02 dan pemerintahan Jokowi sebagai kekuasaan yang merendahkan etika dan konstitusi, tidak memegang moralitas berdemokrasi, hingga dituding mirip dengan karakter kekuasaan yang otokratik. Artinya, jika akhirnya mereka memilih bergabung dengan kekuasaan, maka mereka sejatinya tengah menjilat ludah sendiri, dan menipu rakyat yang memilih partainya setelah terbuai oleh janji-janji perubahan dan narasi kritis kontra-pemerintah yang mereka munculkan,” terang Umam.
“Rakyat bisa menuding, narasi kritis dan narasi perubahan yang selama ini mereka kampanyekan ternyata hanya gimmick murahan. Sehingga wajar jika rakyat akan bertanya, siapa yang sesungguhnya tidak beretika?” Ia menambahkan.
Prabowo Hanya Petugas Jokowi?
Selain itu, Pertemuan Paloh dengan Jokowi juga memunculkan pertanyaan lanjutan. Jika Nasdem hendak masuk ke pemerintahan yang semula dituding tidak demokratis dan tidak beretika itu, lalu mengapa deal politiknya dilakukan dengan Jokowi? Sementara dalam sistem presidensial, kekausaan tertinggi seharusnya berada di tangan Prabowo sebagai Capres terpilih selanjutnya.
Baca Juga:Yulia Navalnaya, Istri Mendiang Tokoh Oposisi Rusia Alexei Navalny Hadir di Pertemuan Menteri Luar Negeri Uni EropaEksepsi Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan LNG, Karen Agustiawan Minta KPK Periksa Corpus Christi Liquefaction dan Blackstone
“Apakah hal itu menegaskan bahwa Prabowo hanya “petugas Jokowi”? Apakah Prabowo atau Jokowi yang memiliki hak veto politik dalam menentukan komposisi dan jatah Menteri dalam pemerintahan selanjutnya? Ataukah ini semua merupakan tanda-tanda lahirnya akar kontestasi baru bagi hadirnya “matahari kembar” di internal Koalisi Indonesia Maju, yang masing-masing pihak merasa memiliki “saham politik” lebih tinggi dibanding yang lainnya? Bisa kita uji dan cermati melalui dinamika pasca 20 Oktober 2024 akan menentukan,” dia mengungkapkan.
Nasdem Dikabarkan Merapat ke Pemerintahan
Umam mengungkapkan, menurut informasi spekulatif, Nasdem dikabarkan positif akan masuk ke pemerintahan setelah mengeruk cerug massa pro-perubahan yang menentang pemerintahan. Lalu, lingkaran istana dan Prabowo sendiri juga sedang mengusahakan pendekatan untuk meyakinkan PDIP bersedia ikut mem-back up pemerintahan Prabowo ke depan, sebagaimana PDIP dulu mempersilakan Prabowo masuk ke kekuasaan pasca kekalahannya dari Jokowi di Pilpres 2019.
Sementara itu, PPP jelas tidak kuat bertahan dari luar kekuasaan dan akan terus mencari jalan untuk bergabung. Sementara jika PKS dan PKB bergabung, tampaknya agak problematik di fase awal. Sebab, PKS tergolong paling kuat menyerang pemerintahan Jokowi, sedangkan PKB sendiri intens menggunakan “slepet”-nya untuk menghantam kredibilitas pemerintahan dan Jokowi secara personal.