Jika Prabowo-Gibran tetap mau menjalankan kebijakan makan siang gratis, pendanaannya semestinya tidak mengambil dari anggaran belanja rutin seperti subsidi energi. Pemerintah harus punya cara kreatif lain.
”Misalnya, lewat dana dari hasil putusan pengadilan yang sudah inkrah, seperti dana lelang aset BLBI. Opsi lain, mengejar obyek pajak baru seperti penerapan pajak kekayaan (windfall profit tax) untuk perusahaan di sektor komoditas primer,” katanya.
Sementara itu, seperti penyaluran subsidi energi yang perlu dievaluasi, pada prinsipnya, rasio perpajakan pun harus ditingkatkan. Sebab, semakin tinggi nilainya semakin mampu suatu negara melakukan pembangunan dengan sumber daya sendiri tanpa perlu bergantung pada utang.
Baca Juga:Sekjen PBB Antonio Guterres ‘Terkejut’ Atas Kematian Oposisi Rusia Alexei NavalyPerdana Menteri Thailand Srettha Thavisin Ucapkan Selamat ke Prabowo Subianto Atas Keunggulan Suaranya di Pemilu 2024
Namun, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan, hal itu tidak perlu dikaitkan dengan program makan siang gratis. Ia menilai program tersebut sebagai kebijakan populis yang tidak mendesak dan hanya akan membebani tata kelola APBN di tengah ruang fiskal yang sempit.
Ketimbang memberi makan siang gratis, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), lebih dibutuhkan peningkatan keterampilan (skill) dan pendidikan, yang pada akhirnya bisa memperbaiki tingkat pendapatan masyarakat. ”Pemerintah harus berpikir jangka panjang, bukan jangka pendek,” katanya.
Serupa, Bhima menilai, program makan siang gratis yang digagas Prabowo-Gibran tidak mendesak. Bahkan, program bantuan dalam bentuk barang seperti itu berpotensi membuka celah modus korupsi, seperti pengadaan fiktif atau mark up pengadaan barang dengan kualitas buruk.
”Target menurunkan stunting itu seharusnya dengan perbaikan pendapatan masyarakat miskin. Upaya menurunkan gizi buruk bukan dengan makan siang gratis, tetapi lewat keterjangkauan harga dan stok pangan di daerah-daerah miskin,” ujarnya. (*)