“Dalam wawancara itu, saya jelaskan bahwa 80% subsidi energi yang salah sasaran dan dinikmati mereka yang tidak berhak, ini akan diatur kembali agar lebih tepat sasaran, kepada mereka yang tidak mampu dan membutuhkan seperti UMKM,” ujarnya.
Mengatasi masalah tersebut, pihaknya akan mendorong penyempurnaan data penerima dan memperkuat payung hukum terkait kriteria masyarakat penerima subsidi dan sanksi bagi yang melanggar.
“Dengan subsidi yang lebih tepat sasaran, maka bisa menghemat APBN dan selanjutnya digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan program lain, yang langsung berkaitan dengan kebutuhan rakyat,” kata Eddy.
Baca Juga:Sekjen PBB Antonio Guterres ‘Terkejut’ Atas Kematian Oposisi Rusia Alexei NavalyPerdana Menteri Thailand Srettha Thavisin Ucapkan Selamat ke Prabowo Subianto Atas Keunggulan Suaranya di Pemilu 2024
Selama ini, penyaluran subsidi energi, khususnya BBM, sering kali memang tidak tepat sasaran. Pemerintah telah beberapa kali menyoroti hal ini dan berencana mereformasi kebijakan subsidi BBM atauphasing out (pengurangan subsidi BBM secara perlahan).
Data Kementerian Keuangan, pada 2022 sebanyak 80 persen penyaluran BBM bersubsidi jenis pertalite ”lari” ke rumah tangga mampu dan hanya 20 persen yang dinikmati rumah tangga miskin. Sementara untuk jenis solar, sebesar 89 persen dinikmati oleh dunia usaha. Hanya 5 persen rumah tangga miskin, seperti petani dan nelayan, yang memakai solar.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, evaluasi penyaluran subsidi energi memang dibutuhkan. Namun, hal itu idealnya dilakukan untuk mendorong masyarakat beralih ke energi bersih dengan harga terjangkau dan penambahan armada transportasi publik. Bukan untuk mendanai janji kampanye populis yang menurutnya tak mendesak.
”Kalau pemangkasan anggaran subsidi energi dilakukan untuk makan siang gratis, itu kurang tepat. Khawatirnya, jika dilakukan terburu-buru, bisa memicu lonjakan inflasi khususnya kenaikan harga bahan pangan,” kata Bhima.
Menurut dia, pemerintah ke depan perlu ekstrahati-hati dalam mengevaluasi penyaluran subsidi energi dan menguranginya secara perlahan. Tidak terburu-buru seperti gelagat yang ditunjukkan oleh TKN Prabowo-Gibran. Implikasi sosialnya bisa serius mengingat masyarakat menengah-bawah masih sangat bergantung pada BBM dan elpiji bersubsidi.
”Kalaupun subsidi energi saat ini dinikmati kelas menengah, itu tetap akan ada dampaknya ke tekanan pengeluaran transportasi kelompok menengah,” katanya.
Pemerintah ke depan perlu ekstrahati-hati dalam mengevaluasi penyaluran subsidi energi dan menguranginya secara perlahan.