SEKRETARIS Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan belum menentukan apakah akan menjadi oposisi bila pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menjadi presiden dan wakil presiden terpilih.
Pihaknya mengaku PDIP punya pengalaman 10 tahun menjadi oposisi di era pemerintahan Presiden RI Ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“PDI Perjuangan pengalaman (sebagai oposisi pada) 2004 dan 2009, posisi saat itu berada di luar pemerintah,” kata Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto di Gedung High End, Jakarta Pusat, pada Kamis, (15/2).
Apa itu oposisi?
Baca Juga:Protes, Keracunan dan Penjara: Kehidupan dan Kematian Pemimpin Oposisi Rusia Alexei NavalnyParade Suporter Kansas City Chiefs Dikejutkan Teror Penembakan Massal, Bagaimana Nasib Kota Kansas?
Oposisi adalah kubu di luar pemerintahan. Dinukil dari publikasi Oposisi dalam Kehidupan Demokrasi: Arti Penting Keberadaan Oposisi Sebagai Bagian Penguatan Demokrasi di Indonesia, adanya oposisi memiliki hubungan dengan kedaulatan rakyat. Hal ini lantaran tak ada jaminan kedaulatan rakyat seutuhnya ditampung oleh penguasa.
A Robert Dahl dalam Regimes and Oppositions tahun 1974 menjelaskan bahwa keberadaan oposisi di dalam suatu pemerintahan sangat dipengaruhi oleh rezim politik yang menaunginya. Oposisi biasanya diperankan oleh kekuatan-kekuatan politik di luar parlemen. Tetapi ada pula oposisi yang terlibat dalam parlemen.
Sedangkan Allen Potter dalam Great Britain: Opposition with a Capital “O” tahun 1968 membedakan kriteria oposisi tersebut dengan cara unik. Allen menandai oposisi di parlemen sebagai Oppositions with capital ”O” dan oposisi di luar parlemen sebagai oppositions with little ”o”. Artinya, oposisi di parlemen menggunakan O. Sedangkan oposisi di luar parlemen menggunakan o.
Berdasarkan definitif, Allen menjelaskan bahwa oposisi di parlemen dijalankan oleh partai politik yang tidak memenangkan pemilu, tetapi tidak ingin berkoalisi membentuk pemerintahan. Sementara oposisi di luar parlemen dijalankan oleh kekuatan-kekuatan civil society. Tugas oposisi ini layaknya anjing pengawas yang memantau kebijakan koalisi.
Dinukil dari The Netherlands: Opposistion in a Segmented Society tahun 1968, Hans Daalder, dalam konteks pentingnya partai oposisi di parlemen, menyatakan di berbagai negara demokrasi masyarakat mampu menjadi pengontrol. Tetapi, kekuatan oposisi di parlemen yang powerful dapat menjaga pertanggungjawaban koalisi dan menjamin suatu sistem agar tetap terbuka.
Tuswoyo dalam disertasinya Oposisi Dalam Sistem Presidensial: Sepenggal Pengalaman PDI Perjuangan (PDIP) di Era Pemerintahan SBY-JK tahun 2012 mengungkapkan partai oposisi tidak bersifat tetap, tetapi dapat saling berganti bergantung pada ada tidaknya dukungan rakyat. Ketika dukungan rakyat dapat memungkinkan partai politik membentuk pemerintahan, partai tersebut akan bertindak sebagai pemegang kekuasaan.