BERDIRI mengangkat kartu merah sambil memegang payung dan mengenakan busana hitam, Sumarsih menuntut keadilan untuk anaknya di Aksi Kamisan. Perempuan bernama lengkap Maria Catarina Sumarsih, penggerak Aksi Kamisan bersama jajaran aktivis, akademisi, mahasiswa dan masyarakat sipil mengangkat kartu merah dan kuning saat Aksi Kamisan yang ke-805 di seberang Istana Merdeka, Jakarta pada Kamis, 15 Februari 2024.
Aksi Kamisan merupakan simbol peringatan kepada pelanggar demokrasi yang telah menculik aktivis, salah satunya menewaskan anak laki-laki Sumarsih dalam kasus Semanggi I 1998. Nama Sumarsih jadi sorotan karena ia tak henti mencari keadilan dari tragedi tersebut. Sumarsih juga menyebut Prabowo sebagai penjahat kemanusiaan lantaran jadi dalang dari pelanggaran HAM berat masa lalu.
Foto Viral Sumarsih Angkat Kartu Merah di Aksi Kamisan
Momen Aksi Kamisan terbaru itu juga mendapat komentar dari banyak pihak, salah satunya opini nir empati yang datang dari fotografer senior Darwis Triadi. Dalam salah satu unggahan di Instagram Kompas yang menampilkan foto Sumarsih, Darwis menulis komentar dengan mengaitkan aksi tersebut pada hasil Pemilu 2024. “Wes tooo, Pemilu wes rampung bu. Tinggal nunggu KPU. Quick count juga sudah ada,” tulis Darwis Triadi dalam bahasa Jawa pada Jumat, 16 Februari 2024.
Baca Juga:Komisi Pengawas Persaingan Usaha Temukan Harga Beras, Gula dan Cabai Berada di Atas HETMengeluh Pusing dan Perutnya Mual, Ketua KPPS Boyolali Meninggal Dunia
Bahkan, Darwis juga meminta Sumarsih menerima hasil Pemilu tahun ini. Komentarnya seolah menganggap bahwa Aksi Kamisan hanyalah bentuk perlawanan atas unggulnya suara paslon 02. “Trimo karo lapang dodo, ora usah nggawe ribut malah. Ojo gelem dikongkon ngene pun kundur mawon,” tulisnya.
Lantas, siapa sosok Sumarsih? Berikut delik rangkum informasi.
Dilansir situs web komnasham.go.id, Sumarsih merupakan ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan. Laki-laki yang akrab disapa Wawan ini adalah mahasiswa Universitas Atma Jaya Jakarta. Ia merupakan satu dari 17 korban Tragedi Semanggi I pada 13 November 1998.
Hingga kini, Sumarsih masih menuntut keadilan atas hilangnya nyawa putranya. Ia menjadi penggerak untuk mengadakan Aksi Kamisan agar mendapatkan keadilan dari presiden. Ia masih terus berjuang mendorong pemerintah menuntaskan pelanggaran HAM berat masa lalu. Menurutnya, demokrasi di Indonesia dapat dikatakan berjalan baik, jika pelanggaran HAM berat telah terselesaikan dengan tuntas.