“Pembayaran dicicil sedikit-sedikit. Itu pun dalam proses pembayaran ini klien kami malah diberikan cek kosong senilai Rp 11 miliar,” katanya. Konflik lain justru terjadi setelah Soehardjo Soebardi melaporkan Chief Executive Officer atau CEO Mitora, Andreas Thanos ke Bareskrim Polri atas tuduhan pemerasan dan pengancaman.
“Karena klien kami ini menagih haknya yang sisa Rp 74 miliar. Tapi malah dilaporkan ke Bareskrim, tuduhannya pemerasan dari 2019 sampai 2021,” ucapnya. Pelaporan ini disebut dilakukan pada 2021.
Namun, katanya, hingga kini belum ada kesimpulan atas tuduhan pemerasan tersebut. “Prosesnya sudah berlarut-larut, sudah pernah digelar di Menko Polhukam, Kompolnas, kesimpulannya tetap belum ditemukan cukup bukti,” katanya.
Baca Juga:2 Desa Kabupaten Brebes Terisolir Tak Punya Jembatan Penghubung Jalan, Polisi dan TNI Kawal Ketat Distribusi Logistik Pemilu dengan Menyeberangi SungaiDokter Forensik RS Polri: Luka Lebam dan Bekas Gigitan di Jenazah Dante Normal Dialami Orang Meninggal 30 Menit Pertama
Leonardus mengatakan, bahwa kliennya sempat dipanggil lagi untuk dimintai keterangan penyelidik Bareskrim Polri. Tetapi, saat itu penyelidik justru membahas perihal nominal Rp 104 miliar, bukan soal tuduhan pemerasan dan pengancaman. Menurut dia, anak-anak Soeharto itu terkesan menghindar sehingga komunikasi tidak berjalan baik.
Karena itu, ujarnya, Mitora mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ada tiga pihak yang dijadikan tergugat, yaitu Yayasan Purna Bhakti Pertiwi, Soehardjo Soebardi, dan Yayasan Harapan Kita.
Mitora juga menggugat anak-anak Soeharto sebagai turut tergugat di kasus ini, yakni Sigit Harjojudanto, Siti Hediati Haryadi, Bambang Trihatmodjo, Siti Hardiyanti Hastuti Rukmana, serta Su’udy Sadat dan Mayjen (Purn) Achmad Tanribali.
Mitora dalam gugatannya menuntut para tergugat secara tanggung renteng mengganti rugi material sebesar Rp 34 miliar dan ganti rugi immaterial sebesar Rp 100 miliar.
Leonardus mengatakan bahwa sidang perdana kasus ini bakal digelar pada Selasa, 20 Februari 2024 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (*)