DUA buah film dokumenter diluncurkan menjelang pemungutan suara pemilihan umum 14 Februari 2024, yakni Dirty Vote serta Yang (Tak Pernah) Hilang. Dirty Vote yang dapat disaksikan melalui kanal YouTube, merupakan analisis dugaan praktek kecurangan untuk memenangkan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, maupun Ganjar Pranowo dan Mahfud Md.
Penganalisa dugaan tindak kecurangan itu ialah pakar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari, pakar hukum tata negara pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Bivitri Susanti, dan pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar.
Namun ketiganya lebih banyak menyoroti cawe-cawe Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai secara sistematis menggerakkan sumber-sumber kewenangannya untuk memenangkan Prabowo-Gibran. Misalnya melalui pembagian bantuan sosial kepada masyarakat, pengerahan aparat negara, dan sikap ketidaknetralan yang ditunjukkan secara terang-terangan.
Baca Juga:Usai Loloskan Pembelian LNG, Karen Agustiawan Disebut Bermanuver Minta Jabatan di Cheniere Energy, Perusahaan Gas asal TexasIkuti Rapat dari Pagi hingga Malam, Punya Riwayat Hipertensi, Anggota KPPS Magetan Meninggal Dunia
Adapun Yang (Tak Pernah Hilang) merupakan film dokumenter tentang penculikan oleh aparat pada Herman Hendrawan dan Petrus Bima Anugerah alias Bimo Petrus pada Maret 1998. Film ini diproduksi oleh komunitas #KawanHermanBimo. Dua mahasiswa prodemokrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Airlangga Surabaya itu sampai sekarang tidak jelas keberadaanya.
Dua anggota Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) dan Partai Rakyat Demokratik (PRD) itu diculik aparat bersenjata dan diduga telah dihabisi karena memperjuangkan reformasi. Yang (Tak Pernah Hilang) diluncurkan secara terbatas di Ruang Adi Sukadana Fisip Unair pada Rabu, 7 Februari 2024.
Guru besar Fisip Unair Hotman Siahaan melihat, dua film dokumenter itu diluncurkan dengan tujuan berbeda. Dirty Vote, menurut Hotman, bertujuan untuk mengingatkan masyarakat atas upaya-upaya yang mungkin bisa mencurangi pemilu.
“Bahwa ternyata ada rekayasa-rekayasa tertentu dari kekuasaan untuk memenangkan calon tertentu. Kan itu inti film yang dibuat tiga ahli hukum tata negara tersebut,” kata Hotman saat dihubungi, Senin, 12 Februari 2024.
Hotman menilai peluncuran Dirty Vote di minggu tenang kampanye mempunyai kesan politik kuat. Hanya saja untuk kepentingan siapa film itu dibuat, Hotman tidak tahu. Namun Hotman menangkap maksud dari Dirty Vote untuk mengingatkan masyarakat agar bila memilih calon pemimpin pilihlah yang benar.