Ihsan menilai, kecurangan kerap dipersoalkan di pemilu sebelumnya dan menjadi titik rawan. Pemilu saat ini juga ada kerawanan. Bawaslu, kata Ihsan, sebaiknya tidak khawatir dengan keberadaan film itu yang berujung pada gangguan pemungutan suara. Ia menilai film itu adalah edukasi publik. Bawaslu justru harus mampu menjawab dalil-dalil dugaan kecurangan pemilu dalam film itu.
Ia mengakui ada potensi masalah dalam pemilu tersebut dan penyelenggara pemilu perlu memperbaiki kesalahan tersebut.
“Jika tidak ada perbaikan mulai dari penyelenggara negara soal netralitas dan penyelenggara pemilu tidak berbenah dari aspek permasalahan teknis dan pengawasan pemilu. Tentu masalah ini akan berulang,” kata Ihsan.
Baca Juga:Film Dirty Vote Tayang di Masa Tenang Pemilu 2024Sama-sama Tayang Jelang Pemilu, Sexy Killer 2019: Elite di Balik Tambang Batu Bara dan Dirty Vote Singgung Kecurangan Pemilu 2024
Sementara itu, analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, melihat bahwa film tersebut bukan materi black campaign, melainkan materi jurnalistik.
“Jadi walaupun bentuknya dan formatnya berbeda, tapi itu masih dalam koridor (jurnalistik) ada faktanya di situ, ada datanya di situ, dan itu hasil riset oleh ahli-ahli hukum. Jadi saya enggak melihatnya sebagai sebuah bentuk kampanye hitam,” kata Kunto, Senin (12/2).
Kunto menilai, materi tersebut masih bisa ditayangkan di hari tenang karena bukan matari kampanye, melainkan lebih pada materi edukasi publik dalam pemilu.
“Jadi saya enggak melihat itu sebagai kampanye hitam yang fabrikasi, yang enggak ada landasan fakta dan datanya, yang enggak ada fitnah gitu. Bukan sih. Kalau saya melihatnya itu lebih edukasi publik menjelang pemilu dan terutama lebih pada fokus pada kasus-kasus hukum ketatanegaraan karena memang pakarnya ya pakar hukum tata negara,” kata Kunto.
Kunto menilai, film ini sama dengan film buatan Dandhy yang berjudul Sexy Killers di masa tenang. Ia menilai film ini tidak akan mempengaruhi banyak kepada elektabilitas kandidat tertentu. Namun, film ini bisa mempengaruhi legitimasi pemilu. Ia menilai publik bisa saja medeligitimasi pemilu karena banyak kecurangan.
“Jadi yang problematis yang diserang legitimasi pemilu, bukan pada pasangan calon tertentu,” kata Kunto. (*)