FILM dokumenter eksplanatori Dirty Vote telah 24 jam tayang. Di akun YouTube Dirty Vote – Full Movie (OFFICIAL) telah ditonton 3.726.150 kali, dan diikuti lebih dari 38 ribu subscribers. Sementara di kanal YouTube PSHK Indonesia, Dirty Vote sudah ditonton 2.662.110 kali, dan diikuti lebih dari 45 ribu subscribers. Jumlah ini belum lagi di beberapa kanal lainnya yang menayangkan Dirty Vote secara utuh.
Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari menuai perhatian setelah muncul dalam Film Dirty Vote sebagai penyaji data. Dalam sinema racikan sutradara Dandhy Dwi Laksono, ketiganya ahli hukum tata negara itu mengungkapkan bagaimana kecurangan terjadi untuk melanggengkan dinasti Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Lantas siapakah sosok Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari ini?
Baca Juga:Masa Tenang Bukan Masa Santai Petugas Pemilu, Simak Tips 5 Kombinasi Makanan IniHari Ini, PVMBG: Abu Vulkanik Gunung Semeru Setinggi 800 Meter
Film Dirty Vote sendiri dirilis pada Ahad, 11 Februari 2024 pada pukul 11.00 WIB di Kanal Youtube Dirty Vote. Movie berdurasi 1 jam 57 menit itu mengungkap berbagai kecurangan yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif yang mengarah dilakukan ke salah satu paslon Pilpres 2024.
“Film ini dianggap akan mampu mendidik publik betapa curangnya pemilu kita dan bagaimana politisi mempermainkan publik pemilih hanya untuk memenangkan kepentingan mereka,” kata Feri Amsari.
Berikut profil Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari.
Bivitri Susanti
Dikutip dari jentera.ac.id, Bivitri Susanti adalah akademisi dan pengamat hukum tata negara Indonesia. Pakar kelahiran 5 Oktober 1974 ini merupakan pelopor sekaligus pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH ) Indonesia Jentera. Ia juga pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).
Bivitri mendapatkan gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 1999. Selama menjadi mahasiswa itulah ia dan seniornya mendirikan PSHK. Ini adalah lembaga penelitian dan advokasi untuk reformasi hukum yang dilatarbelakangi peristiwa Mei 1998.
Bivitri melanjutkan pendidikannya di Universitas Warwick, Inggris pada 2002. Setelah meraih gelar Master of Laws-nya, dia kembali melanjutkan ke jenjang doktoral di University of Washington School of Law, Amerika Serikat.
Dilansir dari bunghattaaward.org, Bivitri mulai bekerja sebagai pengajar hukum tata negara pada 2015. Saat itu, ia juga menjabat Wakil Ketua I STH Indonesia Jentera dan peneliti di PSHK dalam bidang pembaruan hukum, antikorupsi dan hak-hak konstitusi. Dia juga kerap bekerja bersama dengan berbagai organisasi, mulai masyarakat sipil, hingga institusi pemerintah.