Mayoritas korban berasal dari komunitas Indonesia di AS yang menginvestasikan uang total lebih dari 23 juta dolar AS atau sekitar Rp361 miliar. Dari sejumlah dokumen yang VOA terima, para korban menandatangani surat perjanjian yang dilengkapi dengan nominal investasi lengkap dengan jumlah pengembalian uang yang dijanjikan..
Pengembalian uang ke investor mandek pada Mei 2021, yang berujung sejumlah tuntutan berbeda kepada Marganda dan rekan-rekannya. Dia juga setidaknya tercatat dalam empat tuntutan berbeda di Pengadilan Queens County pada Juni 2021. Atas tuduhan ini, Marganda diancam pasal berlapis. Departemen Hukum AS dalam rilisnya, menyatakan, tuduhan di dalam dakwaan berupa dugaan, dan Marganda dianggap tidak bersalah hingga terbukti bersalah.
”Jika terbukti bersalah, Marganda akan menghadapi hukuman penjara hingga 20 tahun untuk setiap tuduhan penipuan kawat, penipuan sekuritas, konspirasi penipuan kawat dan konspirasi pencucian uang dan untuk empat tuduhan pencucian uang; hingga 10 tahun penjara untuk dua tuduhan pencucian uang; dan hukuman penjara hingga lima tahun untuk tuduhan konspirasi penipuan sekuritas,”kutip dari Departemen Hukum AS.
Baca Juga:Film Dokumenter Eksplanatori Dirty Vote Libatkan 3 Ahli Hukum Tata Negara Ungkap Kecurangan Pemilu 2024, Berikut TautannyaIstana Negara dan Hotel Nusantara Siap Digunakan Saat Upacara Kemerdekaan di IKN, 17 Agustus 2024
Dalam skema penipuan tersebut, Marganda diduga menarik investasi melalui dua program palsu, Easy Transfer dan Global Transfer.
Pengembalian uang kepada investor dan bunga yang dijanjikan mencapai 60 persen terhenti pada Mei 2021, memicu berbagai tuntutan terhadap Marganda dan rekan-rekannya dalam skema tersebut.
Departemen Kehakiman AS menegaskan bahwa tuduhan di dalam dakwaan adalah dugaan, dan Marganda dianggap tidak bersalah hingga terbukti sebaliknya.
Sebagai salah satu kasus skema ponzi yang mencuat, persidangan ini akan terus menjadi sorotan pada 1 Maret mendatang. (*)