LEMBAGA Arus Survei Indonesia (ASI) merilis hasil survei bahwa 60 persen publik di Pulau Jawa menganggap politik dinasti berbahaya bagi masa depan demokrasi di Indonesia.
“Sebanyak 60 persen publik di Pulau Jawa mengatakan bahwa politik dinasti membahayakan masa depan demokrasi,” kata Direktur Eksekutif ASI Ali Rif’an dalam paparan rilisnya bertajuk “Peta Elektoral Pilpres 2024 di Pulau Jawa” yang berlangsung di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Senin 11 Desember 2023.
ASI melakukan survei mengenai politik dinasti pada masyarakat di Pulau Jawa, yakni di Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur, yang dilakukan Lembaga Arus Survei Indonesia (ASI) pada 28 November-5 Desember 2023, dengan cara tatap muka. Metode penarikan sampel “multistage random sampling”.
Baca Juga:Indonesia Butuh Pemimpin yang Mampu Menjawab Tantangan Lima Tahun KedepanKomitmen Ganjar-Prabowo-Anies untuk Kebebasan Pers
Jumlah sampel 1.200 responden, margin of error (MoE)adalah +/- 2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Sementara itu, masyarakat yang menganggap politik dinasti tidak membahayakan persentasenya cukup tinggi, yaitu mencapai 29,7 persen dengan yang mengaku tidak tahu/tidak jawab 10,3 persen.
ASI mengungkapkan hasil survei bahwa mayoritas publik tidak suka dengan langkah Presiden Jokowi membangun politik dinasti.
“Mayoritas publik 72,0 persen mengatakan tidak suka dengan langkah Presiden Jokowi yang membangun politik dinasti dengan mengusung putranya sebagai cawapres 2024,” lanjutnya.
Sementara yang mengatakan suka mencapai 17,0 persen dan yang tidak tahu/tidak jawab 11,0 persen.
Dalam survei tersebut, sebanyak 60% publik di Pulau Jawa mengatakan bahwa politik dinasti membahayakan masa depan demokrasi, sementara yang mengatakan tidak membahayakan masa depan demokrasi hanya sekitar 29,7%, dengan 10,3% yang mengaku tidak tahu/tidak jawab.
Sementara itu, pengajar Departemen Politik Fisip Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman, menyebut prediksi Pilpres 2024 akan berjalan satu putaran hampir tidak mungkin terjadi mengingat jarak antar pasangan yang masih dalam margin of error.
Baca Juga:Gadis Desa Pendiam OKU Ditemukan Tewas Menggenaskan dengan Lukas Tusukan di Berbagai Bagian Tubuh KorbanIsu Kerusakan Lingkungan dan Krisis Iklim Engga Laku untuk Diusung Capres-Cawapres dan Caleg
Temuan yang menarik lain, faktor yang paling mempengaruhi pilihan capres yakni: Program kerja (30,7%), berkarakter jujur dan dapat dipercaya (19,5%) dan pengalaman di pemerintahan (10,6%).
“Hal itu memperlihatkan bahwa tampilnya politik gagasan, integritas dan kualitas rekam jejak menjadi sangat penting, sementara kampanye pilpres banyak didominasi oleh politik gimmick seperti joget gemoy yang tidak menampilkan substansi politik sama sekali,” ungkap Airlangga.