MESKI menarik perhatian pemilih pemula di Pemilu 2024, isu kerusakan lingkungan dan krisis iklim tidak memiliki daya tarik untuk diusung capres-cawapres maupun caleg. Kerusakan lingkungan dan krisis iklim dinilai tidak laku karena tidak ada permintaan pemilik suara.
Kondisi ini diungkapkan dosen politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Abdul Gaffar Karim dan peneliti isu krisis iklim Sana Ulaili saat panel diskusi bertajuk ‘Malam Mingguan-#Pilihpilih untuk Masa Depan’ yang digelar Youth Cinema, Sabtu (10/2) petang, di Sleman Creative Space, Yogyakarta.
“Politik itu seperti berdagang. Politisi hanya bicara yang laku dijual. Peserta pemilu, capres-cawapres, maupun caleg tidak bicara krisis iklim atau pelestarian lingkungan karena tidak ada permintaan dari pemilik suara,” kata Gaffar.
Baca Juga:Polisi: Yudha Tenggelamkan Dante di Depan Anak Kandungnya yang PerempuanEmpu Panggung ISI Surakarta Blacius Subono Meninggal Dunia Saat Pentas di Hajatan Rakyat Kampanye Akbar Ganjar-Mahfud di Solo
Dibanding berbicara isu pelestarian lingkungan atau krisis iklim, peserta pemilu kali ini menjejali generasi muda dengan isu-isu ketersediaan lapangan kerja, terpenuhinya kebutuhan primer, pembangunan infrastruktur, serta hilirisasi.
Menurut Gaffar, isu-isu tersebut mendominasi dalam program-program yang dijanjikan peserta pemilu karena tingginya permintaan dari pemilik suara.
“Saat ini 12 persen peduli pada bahayanya krisis iklim, 80 persennya tidak paham. Pemilu penting karena mengoneksikan kebijakan negara dengan warganya. Tapi jangan serahkan persoalan krisis iklim kepada politisi, karena mereka tidak tertarik,” tegasnya.
Menurutnya, agar isu kerusakan lingkungan dan krisis iklim menjadi perhatian politisi, pendidikan tentang dua isu ini harus terus disuarakan.
Dirinya mencontohkan, Pemilu 2024 tidak dipenuhi dengan berita bohong atau politik identitas karena usai 2019 masyarakat terus mendapatkan kampanye dan pendidikan mengenai dampak serta bahayanya hoaks maupun politik identitas.
“Mari perkuat edukasi publik soal krisis iklim. Buat masyarakat punya permintaan lebih besar. Jika permintaan membesar, maka akan tersedia supply,” ucapnya.
Peneliti isu krisis iklim, Sana Ulaili, lebih tegas mengatakan pembahasan program mengenai ekologi, kerusakan lingkungan, dan perubahan iklim disebut 44 kali saja dalam visi misi para capres.
Baca Juga:Yudha Tersangka Kasus Kematian Dante, Ini Pesan Gisella Anastasia yang Bikin Warganet HeranMassa Pendukung Ganjar-Mahfud MD Membludag di Lapangan Pancasila Semarang
“Ketiga paslon berbicara isu lingkungan yang tidak jauh-jauh dari kata ekonomi. Ekonomi hijau, ekonomi biru. Kenapa tidak melepas isu lingkungan jauh-jauh dari kata ekonomi? Karena semua berorientasi kapital,” paparnya.