SEKRETARIS Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres pada Kamis (8/2) waktu AS, menyatakan kesedihan mendalam atas ketidakmampuannya mengakhiri perang di Gaza.
“Frustasi terbesar saya adalah melihat penderitaan dalam skala besar dan mengetahui bahwa saya tidak memiliki kekuatan untuk menghentikannya. Namun ini kenyataan, saya tidak punya kekuatan untuk menghentikannya,” ujar Guterres.
Saya dapat meninggikan suara saya, dan saya melakukannya di Sidang PBB. Namun, rasa frustrasi terbesar yang saya rasakan adalah tidak adanya kekuatan untuk mengakhiri konflik ini, atau setidaknya menciptakan kondisi bagi masyarakat untuk menghormati hukum internasional dan hukum humaniter internasional,” keluhnya.
Baca Juga:Mahkamah Tinggi Pulau Pinang Kabulkan Gugatan Ganti Rugi di Sidang Perdata Kematian TKW Asal NTT Adelina LisaoWawancara dengan Mantan Pembawa Acara Fox News, Putin: Jika Anda Ingin Berhenti Berperang, Anda Harus Berhenti Memasok Senjata
Berbicara pada konferensi pers tahunannya untuk menyoroti prioritas agendanya tahun ini, Guterres memperingatkan bahwa tragedi besar bisa terjadi di Rafah jika Israel melanjutkan niatnya untuk memperluas serangan ke kota di selatan Gaza, tempat 1 juta warga Palestina berlindung.
“Separuh penduduk Gaza kini berdesakan di Rafah. Mereka tidak punya tempat tujuan. Mereka tidak punya rumah, dan tidak punya harapan,” katanya,
Guterres menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera, pembebasan sandera tanpa syarat, dan perlunya langkah nyata, dan konkrit menuju solusi dua negara (Israel dan Palestina).
Dia menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan pemerintah Israel, terkait permukiman, dan sejumlah inisiatif lain yang telah melemahkan solusi dua negara.
“Saya juga menyatakan pendapat saya bahwa operasi militer yang dilakukan di Gaza dilakukan dengan jumlah korban jiwa dan kehancuran yang sangat tidak dapat diterima,” katanya.
“Saya akan selalu menjadi pendukung kuat hak Israel untuk hidup damai dan aman. Saya selalu menjadi pejuang yang berkomitmen melawan antisemitisme. Namun, saya juga berkomitmen penuh untuk bekerja demi rakyat Palestina agar bisa memiliki negara mereka sendiri dan mendapatkan pengakuan atas penentuan nasib sendiri, dan hingga berakhirnya pendudukan,” tegasnya.
Konferensi pers tersebut dilakukan pada saat Qatar sedang bekerja sama dengan AS dan Mesir untuk usulan gencatan senjata yang akan melibatkan penghentian pertempuran di Gaza selama beberapa minggu, dan pembebasan lebih dari 100 sandera yang masih ditahan oleh Hamas setelah konflik pada 7 Oktober 2023 lalu. (*)