SEJUMLAH sivitas akademika kampus-kampus negeri di Indonesia melayangkan kritik terhadap kepemimpinan Jokowi sebagai Presiden. Dimulai dari Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Hasanuddin (Unhas), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Padjadjaran (Unpad).
Kini giliran Universitas Airlangga Surabaya yang bersuara.
Melalui ‘Unair Memanggil’, segenap keluarga besar sivitas akademika Unair membuat pernyataan sikap yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo. Pernyataan sikap tersebut disampaikan menyusul keprihatinan mereka terhadap situasi politik saat ini
Pernyataan sikap tersebut ditandatangani oleh 80 orang yang terdiri dari guru besar Unair, dosen pengajar, dan para alumni.
Berikut isi pernyataan sikapnya:
Baca Juga:7 Seruan Padjadjaran, Ketua BEM Unpad: Ini Sebuah Tanda BahayaKonser Salam Metal Ada Mading ‘Kami Titip Indonesia ke Pundakmu’ Pesan Usut Kasus Penculikan Aktivis 1998
“Pada saat memerdekakan Indonesia, para pendiri republik bersepakat untuk memilih bentuk republik sebagai sistem kenegaraan negara kita, bukan monarki dan bukan pula kerajaan.
Maknanya Republik Indonesia adalah milik semua, bukan milik sekelompok kaum bangsawan maupun yang golongan kaya saja. Indonesia adalah milik semua warga yang diperlakukan setara.
Pilihan terhadap republik artinya Republik Indonesia memiliki tujuan bernegara yang menempatkan kekuasaan di bawah konstitusi yang menegaskan dirinya sebagai negara hukum, rule of law bukan rule by the law.
Memilih sistem republik artinya dalam Republik Indonesia tidak diperkenankan seorang presiden maupun segenap penyelenggara negara memanfaatkan akses kekuasaan dan sumber daya negara untuk kepentingan privat, keluarga maupun kepentingan-kepentingan personal apa pun tujuan dan caranya.
Sementara itu, kita menyaksikan berbagai pemelencengan-pemelencengan terhadap prinsip-prinsip republik tengah berlangsung dalam beberapa waktu terakhir demi kepentingan personal kekuasaan.
Mulai dari upaya untuk memanfaatkan MK untuk mengubah aturan syarat mendaftar capres maupun cawapres sebagai celah hukum yang memberi jalan kepada Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres, indikasi penggunaan fasilitas negara maupun aparat negara demi kepentingan politik partisan elektoral, sampai ketidaktegasan kepemimpinan pemerintah untuk menunjukkan netralitas dalam ucapan dan tindakan dalam Pilpres 2024, yang memiliki kecenderungan membela paslon tertentu yang memiliki hubungan kekeluargaan. Hal ini menunjukkan ketidakadaan teladan etis republik yang seharusnya dicontohkan oleh pemimpin republik.
Dalam perjalanan Republik Indonesia, perjuangan menegakkan demokrasi semenjak tahun 1998 dengan jatuhnya Suharto telah membawa korban-korban luar biasa—darah, nyawa dan airmata.