Pertemuan ini membahas tentang Peraturan Menteri No 53/2023 dan berbagai implikasi serta konsekuensinya, tindak lanjut oleh perguruan tinggi anggota Aptik, dinamika jumlah mahasiswa, tantangan, antisipasi, serta proyeksi pendidikan tinggi terkait kepemimpinan nasional.
Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) memberikan pernyataan sikap terkait dinamika politik yang terjadi di Indonesia menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
“Kami, para rektor/ketua perguruan tinggi Katolik Indonesia, yang tergabung dalam Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik Indonesia, sangat resah dengan kondisi di Tanah Air tercinta atas rusaknya tatanan hukum dan demokrasi Indonesia menjelang Pemilu Serentak 2024,” kata koordinator APTIK Dr. G. Sri Nurhartanto, S.H., LL.M. di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS), Jawa Timur.
Baca Juga:Sri Sultan Hamengku Buwono X Respons Sejumlah Kampus Kritik Jokowi: Ya Nggak Apa-apa, wong itu Urusan AkademisDeklarasi ‘Tandingan’ 17 Alumni dan Akademisi Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta se-Indonesia Sebut Proses Pemilu Demokratis
Menurut para pimpinan APTIK, praktik penyalahgunaan kekuasaan; kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN); serta penegakan hukum yang semakin menyimpang dari semangat reformasi dan konstitusi negara telah mengoyak hati nurani dan rasa keadilan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, pihaknya menyerukan kepada seluruh pihak yang berkepentingan terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024 yang berkualitas, bermartabat, jujur, dan adil.
“Presiden dan segenap jajarannya harus menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan asas-asas pemerintahan yang baik; serta memegang teguh sumpah jabatannya sesuai tugas pokok dan fungsinya; untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia dengan memerangi kolusi, korupsi dan nepotisme; serta melakukan penegakan hukum dengan tidak menggunakan sistem tebang pilih dan selalu menjunjung tinggi etika dalam bekerjanya,” jelas Nurhartanto.
Pihaknya juga meminta lembaga penyelenggara pemilu menjunjung tinggi asas pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil guna menjamin hak setiap warga negara yang memiliki hak pilih agar dapat menggunakan hak pilihnya secara bebas, sesuai dengan hati nuraninya dan tanpa mendapat tekanan dalam bentuk apa pun.
Selanjutnya, seluruh aparatur sipil negara (ASN), anggota TNI, dan anggota Polri harus selalu bersikap netral dan tidak memihak pada pihak-pihak tertentu.
Negara wajib menghormati, melindungi, dan memenuhi hak kebebasan berekspresi setiap warga negaranya sebagai bagian dari hak asasi manusia, katanya.
“Mengutamakan pendekatan damai tanpa kekerasan dalam masa kampanye sampai dengan saat pelaksanaan pemilihan umum dan sesudahnya,” ucap Nurhartanto yang juga rektor Universitas Katolik Atma Jaya Yogyakarta itu. (*)