SETELAH sivitas akademika Universitas Gajah Mada (UGM) mengeluarkan ‘Petisi Bulaksumur’, hari ini Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta juga akan membacakan pernyataan sikap mengenai kondisi kenegaraan.
Dalam undangan terbuka yang tersebar di sejumlah grup WhatsApp, pernyataan sikap tersebut terkait dengan Indonesia Darurat Kenegarawanan.
Para dosen dan mahasiswa bertemu pada hari ini, Kamis (1/2), di Auditorium Prof. K.H Abdul Kahar Muzakkir Kampus Terpadu UII Pukul 13.00 WIB. Seluruh dosen dan mahasiswa UII Yogyakarta diundang untuk hadir.
Baca Juga:Co-Captain Timnas Anies-Cak Imin, Tom Lembong: Omnibus Law Sulit Diimplementasikan dalam Pembangunan NasionalMomen Mahasiswa Pertanyakan Keberadaan Harun Masiku, Mahfud MD: Kalau Ada yang Tahu, Besok Saya Suruh Tangkap
Pernyataan sikap ini dikeluarkan setelah sivitas akademika melihat perkembangan situasi terkini politik di Indonesia, yang butuh perhatian dari berbagai elemen. Sebuah universitas dinilai memiliki tanggung jawab moral untuk merawat kewarganegaraan, dan melantangkan aspirasi demokrasi.
“Universitas Islam Indonesia terpanggil untuk turut merespons situasi terkini politik nasional dengan mengundang segenap dosen dan mahasiswa menghadiri Pembacaan Pernyataan Sikap Sivitas Academika Universitas Islam Indonesia: Indonesia Darurat Kenegarawanan,” ujar akun @uiiyogyakarta.
Langkah tegas UII Yogyakarta yang juga ambil sikap soal kondisi pemerintahan saat ini mendapat apresiasi dari banyak pihak. Diharapkan sentilan dari berbagai kampus bisa menjadi lampu merah bagi Jokowi dan pemerintahannya.
“Dua pekan menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum 2024, perkembangan politik nasional kian menunjukkan tanpa rasa malu gejala praktik penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan. Kekuasaan digunakan untuk kepentingan politik praktis sekelompok golongan dengan mengerahkan sumber daya negara. Demokrasi Indonesia kian tergerus dan mengalami kemunduran,” ungkap Rektor UII Yogyakarta Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D, saat membacakan sikap UII di halaman Auditorium Prof. KH. Abdul Kahar Muzakir, Yogyakarta, Kamis (1/2).
Lebih lanjut, Fathul menyatakan bahwa kondisi ini kian diperburuk dengan gejala pudarnya sikap kenegarawanan dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Indikator utamanya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023.
“Putusan yang proses pengambilannya sarat dengan intervensi politik dan dinyatakan terbukti melanggar etika hingga menyebabkan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Anwar Usman, diberhentikan,” ujarnya.
Gejala ini kian jelas ke permukaan, imbuh Fathul, saat Presiden Joko Widodo menyatakan ketidaknetralan institusi kepresidenan dengan membolehkan Presiden berkampanye dan berpihak. Perkembangan termutakhir, distribusi bantuan sosial melalui pembagian beras dan bantuan langsung tunai (BLT) oleh Presiden Joko Widodo juga ditengarai sarat dengan nuansa politik praktis yang diarahkan pada personalisasi penguatan dukungan terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu. Mobilisasi aparatur negara untuk kepentingan dukungan terhadap pasangan calon tertentu adalah tindakan melanggar hukum sekaligus melanggar konstitusi.