“Imbauan itu tidak akan didengar. Imbauan seperti menunggu godot, berharap Presiden minta maaf kepada rakyat Indonesia dan bertobat,” ucap Zainal.
Ketiga, dalam Pemilihan Presiden 2024 ini, UGM harus mengerahkan sivitas akademikanya untuk menjadi pemantau Pemilu. Seperti mengerahkan mahasiswa Kuiah Kerja Nyata (KKN), maupun para alumni yang bergabung dalam Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama).
“Karena gejala kecurangaan (pilpres) tinggi sekali,” imbuh Zainal.
Keempat, posisi UGM harus kembali di tengah. Artinya, saat berhadapan dengan kekuasaan, UGM sebagai universitas harus tetap dalam wilayah kritis, intelektual, ilmiah, mengedepankan nilai-nilai yang diakui negara. Tidak pragmatis mendukung paslon.
Baca Juga:Menebak Skenario Jokowi Usai Mahfud MD Mundur, Luhut Berpeluang Jadi Menko Polhukam?Sederet Pernyataan Mahfud MD Mundur Sebagai Menko Polhukam, Jokowi: Sore Mungkin Ketemu
“Siapa pun yang terpilih jadi presiden, UGM harus di tengah. Supaya nanti tidak wagu dan tidak lucu. Dulu UGM mendukung, tiba-tiba sekarang teriak demokrasi,” kata Zainal.
Sementara itu, dosen Ilmu Politik UGM, Abdul Gaffar Karim mengajak kampus itu untuk kembali pada civil society. Bahwa tugas UGM bukan membenarkan kekuasaan, tetapi mengawasi kekuasaan. Sebab demokrasi tak bisa diberikan kepada penguasa. Demokrasi bisa hidup apabila diawasi oleh rakyat.
“Sementara dosa UGM hampir 10 tahun ini adalah menghilangkan oposisi di Indonesia. UGM mendukung kekuasaan yang tidak terkontrol. Jadi yang harus dilakukan, UGM berhenti membenarkan kekuasaan, siapa pun itu. Meskipun nanti Presiden adalah alumni UGM,” ujar Gaffar.
Adapun Ketua BEM KM UGM, Gielbran Muhammad Noor yang pernah menyerukan Jokowi sebagai alumni UGM yang memalukan pun menyatakan syukur atas gelaran forum Mimbar Akademik itu. Forum yang membuahkan Petisi Bulaksumur untuk mengkritik pemerintahan Jokowi.
“Saya melihat reinkarnasi Amangkurat I (Raja Mataram yang haus kekuasaan) dalam diri Jokowi. Dengan segala tingkat dan perilakunya, Jokowi tampaknya sangat takut kehilangan kekuasaan. Tapi Gadjah Mada (UGM) akhirnya bangkit, nglilir (terbangun) untuk melawan. Terima kasih,” kata Gielbran. (*)